Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sisa masa jabatannya disebut sedang gencar melakukan cawe-cawe ke calon presiden (Capraes) yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024. Cawe-cawe ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai upaya Jokowi untuk mengamankan kepentingan dan pengaruh usai masa jabatannya selesai pada tahun 2024.
Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan bahwa meskipun tidak seyogianya seorang presiden melakukan cawe-cawe, tetapi setidaknya lebih baik dilakukan secara terang-terangan.
“Saya mengatakan bahwa ini jauh lebih baik kalau presiden terus terang seperti sekarang dibandingkan dengan katakanlah enam atau tujuh bulan yang lalu. Sebab keterlibatan presiden dalam hal dukung-mendukung ini kan sebetulnya sudah sering kali kita lihat di lapangan, jauh sebelum presiden menyatakan ikut cawe-cawe secara terbuka,” kata Ray, dikutip dari kanal Youtube METRO TV pada Selasa (6/6/2023).
Baca Juga: Kritik Jokowi karena ‘Pelihara’ Relawan, Didik Rachbini: Mereka Hama untuk Demokrasi!
Ia menyebut bahwa Presiden Jokowi sudah sering melakukan cawe-cawe calon presiden (Capres), misalnya seperti menghadiri Musyawarah Rakyat (Musra), mengadakan pertemuan dengan kelompok relawan, serta membuat kode tentang siapa Capres yang akan ia dukung.
“Faktanya kita sudah melihat berkali-kali presiden sebetulnya melakukan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai cawe-cawe, misalnya entah berapa kali beliau ikut Musra, ikut rapat-rapat dengan pro-Jokowi, bahkan sampai membuat kode-kode tentang calon-calon presiden,” ujarnya.
Oleh karena itu, dengan Jokowi sendiri yang mengakui bahwa ia melakukan cawe-cawe, maka publik bisa mengawasi dan mengontrol hal tersebut. Untuk itu, apabila Jokowi melakukan cawe-cawe berdasarkan kepentingan politik tertentu, maka hal tersebut bisa ditindaklanjuti ke Bawaslu.
“Ketika beliau mengatakan ikut cawe-cawe, maka semua argumen-argumen yang dipakai selama ini, yang sebetulnya tindakan beliau itu menurut kategori saya adalah tindakan cawe-cawe, itu bisa lebih kita awasi dan kontrol dibanding yang dulu,” jelas Ray.
“Dan sekarang kalau sekiranya presiden itu menyatakan ikut cawe-cawe dari awal, itu jelas tindakan yang bisa kita laporkan ke Bawaslu karena itu sudah masuk kategori menggunakan fasilitas negara demi kepentingan pemenangan kandidat tertentu atau kepentingan politik tertentu,” sambungnya.
Ia lalu menyebut ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika Jokowi melakukan cawe-cawe. Pertama, Jokowi tidak boleh menggunakan infrastruktur kekuasaan untuk memenangkan calon.
“Saya kira ada tiga hal yang sangat patut kita perhatikan mana kala presiden mengatakan ikut cawe-cawe di dalam pemilu. Pertama adalah presiden tidak boleh mempergunakan seluruh infrastruktur kekuasaan yang berada di bawahnya secara langsung untuk pemenangan seseorang,” ucapnya.
Kedua, jangan sampai Jokowi menggunakan anggaran negara sebagai alat politik untuk kampanye.
“Kedua, yang perlu diawasi itu adalah soal politik anggaran. Jangan sampai karena presiden menyatakan ikut cawe-cawe dalam pelaksanaan Pilpres ini, lalu ada penggunaan anggaran yang tiba-tiba agak berbeda dengan dengan penganggaran yang selama ini kita kenal. Misalnya yang umumnya terjadi adalah melejitnya dana untuk bantuan-bantuan sosial. Kalau melonjak, kita layak curiga bahwa ini sedang main sebagai politik anggaran,” tutur Ray.
Terakhir, Jokowi tidak boleh menggunakan fasilitas negara, misalnya seperti wibawanya sebagai presiden, dalam cawe-cawe ke Capres.
“Ketiga adalah penggunaan fasilitas negara yang melekat pada presiden. Tapi harus diingat fasilitas negara ini enggak hanya sekadar benda, misalnya pesawat, istana, rumah, atau mobil, tapi yang disebut dengan fasilitas negara itu termasuk wibawa presiden. Misalnya presiden melakukan pertemuan-pertemuan dengan kandidat tertentu yang enggak bisa dibaca sebagai pertemuan profesional,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement