China Versus India: Lihat Bagaimana Negara Mendemokratisasi Potensi Bangsa
China dan India merupakan dua raksasa yang saat ini cukup dominan dalam mengendalikan perekonomian dunia. Padahal, China dan India tergolong sebagai negara berpenghasilan rendah pada tiga sampai empat dekade yang lalu.
Saat ini, China terkenal sebagai ‘pabrik dunia’ karena kemajuan industri padat karyanya. Sementara itu, orang-orang India terkenal sebagai pelopor dalam bidang teknologi dan informasi.
Naushad Forbes, co-chairman di Forbes Marshall, perusahaan penyedia teknik uap dan konservasi energi terkemuka di India, menjelaskan bahwa hal ini terkait dengan bagaimana peran sentral pemerintah dalam mendemokratisasikan potensi yang dimiliki oleh masyarakatnya. Dalam konteks India, ia mengklaim bahwa India telah memfokuskan potensi dalam bidang perusahaan rintisan (start-up) dan unicorn.
Baca Juga: Kenapa Pertumbuhan Ekonomi China Jauh Lebih Cepat dari India?
“Dan saya pikir itu juga berlaku di sini (India) sehingga kita bisa mendemokratisasi talenta di bidang-bidang tertentu, contohnya start-up atau unicorn. Dalam beberapa tahun terakhir, India mempunyai kisah sukses terkait jumlah unicorn, lebih dari 100 unicorn, perusahaan dengan valuasi lebih dari 1 miliar dolar, bermunculan di India di berbagai bagian negara, tetapi sebagian besar terkonsentrasi di Bangalore,” kata Naushad, dikutip dari kanal Youtube Gita Wirjawan pada Selasa (13/6/2023).
Dengan demikian, ia mengklaim bahwa demokratisasi potensi yang dilakukan oleh Pemerintah India bersifat inklusif pada beberapa bidang.
“Itu adalah pertumbuhan yang lebih inklusif, bukan hanya industrialis tradisional yang terus bertambah besar, ada pendatang baru yang mendirikan perusahaan baru yang bersaing dan mengalahkan pemain lama. Jadi mereka dapat mendemokratisasi talenta di berbagai bidang, tapi tidak bisa melakukannya di semua tempat,” ujarnya.
Jika dikomparasikan dengan China, demokratisasi potensi dilakukan dengan lebih mudah karena berada pada satu komando yang sama, yaitu Partai Komunis China (PKC). Namun, ia mengatakan, metode tersebut tidak bisa diaplikasikan dalam konteks India.
“China itu cenderung, dalam melakukan demokratisasi talenta, mereka memiliki lembaga yang disebut Partai Komunis China. Dan jika Anda ingin bangkit di negara itu, Anda menjadi anggota Partai Komunis Tiongkok, apakah Anda ingin menjadi guru atau profesor, memiliki perusahaan, atau bekerja di pemerintahan. Mereka punya dasar dalam demokratisasi talenta. Oleh karena itu, saya tidak yakin itu adalah model yang saya rekomendasikan untuk India,” jelas Naushad.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa semua negara, baik India, China, maupun Indonesia, perlu mendemokratisasikan potensi yang dimiliki oleh masyarakatnya melalui pengembangan kelembagaan yang fundamental, yaitu investasi dalam aspek pendidikan.
“Saya pikir bahwa hasil yang Anda kejar adalah hasil yang seharusnya kita semua kejar. Cara kita mencapainya dalam hal hasil harus mendemokratisasi talenta, benar-benar memanfaatkan seluruh talenta di negara kita yang berjumlah 200 sekian juta orang di Indonesia atau 1,4 miliar orang di India. Jika kita dapat memanfaatkan ratusan juta talenta tersebut, siapa yang dapat menandingi kita? Karena kita kemudian akan mendapatkan yang terbaik. Dan model ini perlu adanya pengembangan kelembagaan, dan investasi dalam pendidikan,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement