Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengomentari kebijakan baru pemerintah terkait ekspor pasir laut. Huda menilai kebijakan pemerintah ini asal-asalan karena cacat secara hukum.
“PP 26 Tahun 2023 cuma menimbang Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang (UU) Kelautan saja. Seharusnya ada UU lain lagi yang menjadi patokannya. Seharusnya ada UU Nomor 1 Tahun 2014 yang mana merupakan revisi dari UU Nomor 27 Tahun 2007, di mana UU tersebut menyebutkan pelarangan penambangan pasir yang merusak ekosistem lingkungan,” ujarnya dalam diskusi Ekspor Pasir Laut, Cuan atau Merusak Lingkungan? secara virtual, Rabu (5/7/2023).
Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan UU yang lebih tinggi derajat pengaturannya dan sangat lemah karena hanya menimbang UUD 1945 dan UU Kelautan saja.
Baca Juga: Bicara Krisis Iklim, Anies Sentil Kebijakan Jokowi: Subsidi Mobil Listrik dan Ekspor Pasir Laut
Huda sendiri menentang kebijakan ini dan meminta pemerintah segera mencabutnya karena dinilai menimbulkan beberapa permasalahan, baik di bidang lingkungan, sosial, dan juga ekonomi.
Menurutnya, penambangan pasir menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti abrasi pantai, polusi air, berkurangnya garis pantai, dan yang lebih parah lagi dapat menyebabkan hilangnya keragaman hayati.
"Hilangnya keragaman hayati tentu saja akan berdampak pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat pesisir, di mana dapat meningkatkan jumlah pengangguran karena sumber pendapatan mereka (hasil laut) hilang," bebernya.
Selain itu, Huda juga menyebutkan bahwa kebijakan ini dibuat hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini dikarenakan pendapatan yang didapatkan negara dari hasil ekspor pasir laut tidak begitu besar hanya sekitar Rp74 miliar. Angka ini sangat jauh nilainya dengan potensi ekspornya yang mencapai Rp733 miliar.
"Ada dugaan bahwa akan ada pengusaha yang cuan besar karena kebijakan ini," tukasnya.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut telah diterbitkan sejak 15 Mei 2023 lalu. PP tersebut mengizinkan ekspor pasir laut, sebagai salah satu bentuk pemanfaatan hasil sedimentasi laut, dengan syarat kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.
Kebijakan yang pernah ditutup selama 20 tahun ini menuai polemik di tengah masyarakat, bahkan memicu tudingan, ekspor dibuka karena Presiden Jokowi ingin memuluskan investasi Singapura dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Advertisement