Menteri Sakti Beber Alasan Terbitnya PP Ekspor Pasir Laut, Pakar: Aneh dan Dangkal
Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang memungkinkan pihak-pihak lain melakukan penyedotan pasir laut untuk mengendalikan hasil sedimentasi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa sebelum adanya aturan ini, justru banyak aksi pengerukan pasir laut ilegal untuk proyek reklamasi. Menurutnya, selama ini proyek reklamasi tak dikenai biaya oleh negara, padahal pengerukan pasir laut yang dilakukan berpotensi merusak lingkungan.
Melalui aturan ini, jika proyek tidak memenuhi ketentuan pemerintah terkait pasir hasil sedimentasi, maka izin tidak akan dikeluarkan. Sebaliknya, jika hasil pengecekan pemerintah memenuhi ketentuan, maka akan diberikan izin dengan dikenai biaya. Dengan demikian, ada pengawasan terhadap kegiatan pengerukan yang sekaligus meningkatkan PNBP.
Baca Juga: Pemerintah Izinkan Ekspor Pasir Laut, Faisal Basri: Kita Tak Bisa Lagi Ekspor dengan Cara Berpikir!
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menilai logika Menteri KP tidak konsisten dengan pembenahan tata kelola lingkungan.
Menurutnya, penambangan pasir laut secara ilegal untuk kegiatan reklamasi tidak dapat dijadikan alasan izin ekspor pasir laut menggunakan sedimen laut, melainkan harus ditangkap dan dihukum berat.
“Ini kok aneh, bukannya mereka ditangkap dan dihukum berat, malah dicarikan solusi dan perlindungan baru melalui PP 26/2023,” kata Achmad melalui keterangan tertulisnya, Kamis (15/6/2023).
Achmad juga mempertanyakan keberpihakan Menteri KP terhadap kepentingan publik dan lingkungan. Prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap program prioritas ekonomi biru yang melarang reklamasi menggunakan pasir laut dengan menyedot pulau juga dipertanyakan.
“Karena jelas sudah dilarang, namun praktiknya masih ada, maka solusinya bukan membuat PP baru Nomor 26/2023, melainkan seharusnya memperkuat aturan sanksi kepada kontraktor reklamasi untuk dicabut izin reklamasinya agar ada efek jera di masa depan,” jelas Achmad.
Pertanyaan lain yang muncul adalah mengenai kajian akademik sesuai klaim Menteri KP. Menurut Achmad, kajian akademik yang dijadikan alasan pada dasarnya bersifat dangkal.
“Duh, seandainya kita punya policy makers yang cerdas, maka paparan Menteri KP tersebut tidak layak diperdengarkan di gedung DPR yang mulia itu!” pungkas Achmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tara Reysa Ayu Pasya
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement