CEO Amartha soal Riset Studi UMKM dari AFPI dan EY: Paham Profil Risiko dan Perluas Jaringan
Perusahaan teknologi finansial (fintech) PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) menanggapi hasil riset dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Ernst & Young (EY) Parthenon Indonesia berjudul Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia.
CEO Amartha dan Ketua Bidang Humas AFPI, Andi Taufan Garuda Putra mengatakan hasil riset tersebut akan memudahkan perusahaan untuk memahami profil risiko terkait segmentasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
“Jadi, bagaimana perusahaan kami, Amartha, bisa memperluas jaringan pelayanannya, mulai dari segmen prospektif, segmen unggul, segmen konvensional, tetapi bertahan. Kami juga bisa masuk ke segmen-segmen itulah,” jelas Andi di sesi temu media dalam acara peluncuran hasil riset Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia di Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Baca Juga: Riset EY dan AFPI: Empat Segmentasi UMKM Masih Ada Kesenjangan Pendanaan yang Besar
Di samping itu, Andi menyebutkan, pihaknya telah mencapai wilayah Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi untuk pembiayaan UMKM dari sisi perusahaan teknologi finansial berbasis pinjaman (fintech lending). Kini, perusahaan berfokus agar pembiayaan semakin berkelanjutan (sustainable).
“Amartha fokus untuk memberikan akses pendanaan untuk UMKM di pelosok-pelosok desa. Nah sekarang kesenjangannya masih besar di Indonesia, khususnya di desa, nah itu peran kami. Jadi secara geografis, bagaimana perusahaan kami memperdalam dan membantu UMKM supaya punya akses pembiayaan yang sifatnya keberlanjutan (sustainable),” jelas Andi.
Andi menambahkan, adanya pembiayaan dari fintech lending tersebut akan membuat bisnis UMKM lebih berkembang dan tumbuh secara sehat.
“Mereka juga bisa mengolah bisnisnya semakin bagus,” tutup Andi santai.
Hasil riset dari EY dan AFPI tersebut mengelompokkan jenis-jenis UMKM yang tersebar di Indonesia, yakni kelompok bisnis prospektif, kelompok kebutuhan dasar, kelompok bisnis konvensional bertahan, dan kelompok bisnis unggul.
Baca Juga: Riset EY dan AFPI: Jawa-Bali Sweet Spot, Fintech di Indonesia Timur Tak Bisa Tawarkan Produk & Jasa
Berdasarkan hasil riset EY, total kebutuhan pembiayaan usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun, dengan kemampuan suplai sebesar Rp1.900 triliun. Namun, masih terdapat selisih Rp2.400 triliun total kebutuhan pembiayaan sektor UMKM. Selisih pembiayaan tersebut menyebabkan kesenjangan kredit terus bertambah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement