Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Riset EY dan AFPI: Jawa-Bali Sweet Spot, Fintech di Indonesia Timur Tak Bisa Tawarkan Produk & Jasa

Riset EY dan AFPI: Jawa-Bali Sweet Spot, Fintech di Indonesia Timur Tak Bisa Tawarkan Produk & Jasa Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan konsultan global Ernst & Young (EY) Parthenon Indonesia dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) meluncurkan riset berjudul Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia. Riset tersebut menyatakan, terdapat kesenjangan geografis dalam pendanaan UMKM dengan masih banyak yang berfokus di Jawa dan Bali, namun kurang di Indonesia Timur

EY Parthenon Indonesia, Strategy and Transactions, Anugrah Pratama memaparkan presentasi riset tersebut, khususnya di bagian pertumbuhan kesenjangan pembiayaan UMKM yang diproyeksi akan meningkat.

“Mungkin AFPI, ketika berkonsultasi one-on-one, mengatakan, fokus di Jawa dan Bali. Itu memang sweet spot, lokasi laris. Tetapi ingat ketika mulai melayani di Indonesia Timur, biayanya menjadi semakin mahal,” beber Anugrah di acara peluncuran studi tersebut di Jakarta pada Jumat (14/7/2023). 

Baca Juga: Perusahaan Teknologi Punya Peran Besar dalam Dukung UMKM Indonesia Go Regional

Anugrah beralasan, ketika perusahaan teknologi finansial berbasis pinjaman (fintech lending) melayani Indonesia Timur, mereka tidak bisa langsung menawarkan produk dan jasanya. Menurutnya, mereka harus datang secara langsung, menjelaskan panjang-lebar untuk meyakinkan bahwa aman untuk bertransaksi digital.

“Setelah itu, mereka baru mencoba. Antarmuka (interface)-nya tidak bisa lewat digital. Mungkin didatangi, biayanya akan menjadi lebih mahal. Jadi, kalau tetap melakukan dengan cara yang sama akan semakin ketinggalan, akan semakin besar kesenjangannya,” ungkap Anugrah dengan tegas.

Karena itu, Anugrah menjelaskan bahwa penting untuk mendiskusikan aktivitas untuk memperkecil kesenjangan pembiayaan UMKM di Indonesia Timur.

Dalam pemaparan hasil riset tersebut, terdapat dua penemuan penting, yakni pertama, kesenjangan pembiayaan akan terus melebar karena insentif untuk pendanaan masih kurang menarik dibandingkan pertumbuhan permintaan yang cepat, yang akan membutuhkan insentif tambahan untuk mendorong peningkatan pasokan pembiayaan.

Kedua, karena meningkatnya permintaan, fintech dapat memainkan peran yang lebih besar karena jenis risiko dan aksesibilitas platformnya lebih cocok dengan UMKM yang mendorong permintaan.

Baca Juga: Riset EY dan AFPI: Empat Segmentasi UMKM Masih Ada Kesenjangan Pendanaan yang Besar

“Kesenjangan pendanaan semakin membesar jika kita semua tidak melakukan apa-apa. Jika kita melanjutkannya, maka bertindak seperti sekarang. Jadi, harus ada upaya untuk ngangkat,” tutup Anugrah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: