Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa itu Social Commerce dan Bagaimana Pengaruhnya terhadap UMKM Lokal?

Apa itu Social Commerce dan Bagaimana Pengaruhnya terhadap UMKM Lokal? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fenomena social commerce yang sedang ramai diperbincangkan menuai banyak tanda tanya dari publik. Banyak orang yang masih belum awam mengenai apa itu social commerce dan mengapa keberadaannya dapat mengancam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal.

Peneliti Center of Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras Adha menjelaskan bahwa social commerce merupakan gabungan dari social media dan e-commerce. Ia juga mengatakan sebenarnya tren social commerce bukan lagi sesuatu yang baru hadir di masyarakat Indonesia, melainkan sudah dari puluhan tahun lalu.

“Secara singkat, social commerce adalah gabungan dari social media dan e-commerce. Yang mana kita lihat, social media ini kan sudah muncul sejak 2000-an. (Sementara e-commerce), sudah kita lihat sekitar 10 tahun terakhir. Dengan perkembangan teknologi, social media yang sudah lebih dari 20 tahun dan e-commerce yang sudah lebih dari 10 tahun ini bergabung. Ini sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru, bukan satu atau dua tahun terakhir, mungkin ini sudah sekitar tujuh tahunan terakhir,” jelasnya diskusi virtual Project S TikTok Shop: Ancaman atau Peluang? yang diselenggarakan INDEF, Senin (24/7/2023).

Baca Juga: Project S TikTok Ancam UMKM, Ekonom: Perlu Ada Kebijakan Baru soal Social Commerce

Ia melanjutkan bahwa saat awal muncul, social commerce sendiri belum memberikan dampak yang signifikan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketika social commerce mengalami peningkatan yang pesat, barulah dampak tersebut mulai terlihat.

“Sudah ada kecenderungan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, yang memang mungkin sebagaimana kita merespons sebagai manusia, belum merasa ada hal-hal yang berdampak signifikan ketika mereka baru muncul di tengah-tengah kita. Namun, ketika ada progres dalam tiga tahun terakhir, progres itu sangat pesat. Sehingga ini mulai kelihatan, peluang atau ancamannya seperti apa,” paparnya.

Izzudin juga menjelaskan terdapat perbedaan antara social commerce sepuluh tahun yang lalu dan yang berkembang akhir-akhir ini. Perbedaan tersebut adalah mengenai data pengguna dan level playing field.

“Jadi, ini juga terkait dengan perkembangan teknologi. 10-15 tahun lalu, platform itu belum bisa mengambil data pribadi sedemikian canggihnya seperti dalam beberapa tahun terakhir. Para penjual tidak bisa mengambil data pembeli secara makro, mereka paling hanya bisa mengambil data transaksi penjualan yang ada pada lapak mereka,“ ujarnya.

Saat ini social commerce sudah bisa mengambil dan mengolah data para penggunanya. Sehingga, dari olahan data tersebut, secara otomatis bisa menentukan preferensi dari pembelinya.

“Dalam beberapa tahun terakhir sudah bisa (mengambil data pribadi pembeli), yang juga digunakan oleh beberapa social media. Data tersebut bisa diolah, sehingga platform social media atau e-commerce mengarahkan preferensi penjualan, preferensi fitur, yang lebih spesifik kepada pengguna. Dengan algoritma, itu bisa diarahkan,” lanjutnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: