Selain itu agen perubahan K3 juga membantu dalam mengembangkan kesadaran akan risiko yang mungkin terjadi di tempat kerja. Diungkapkan Edi, umumnya ketika pekerja memahami bahaya yang ada, mereka lebih cenderung mengambil tindakan pencegahan, menggalang dukungan dari rekan-rekan kerja dan manajemen terhadap inisiatif keselamatan kerja. Dengan kata lain, agen perubahan K3 dapat menjadi advokat yang efektif untuk budaya keselamatan yang lebih baik.
“Agen perubahan (change agent) K3 yang memiliki kompetensi yang baik akan membantu dalam mencegah kecelakaan dan cedera di tempat kerja. Mereka dapat menjadi agen perubahan yang mempromosikan praktik keselamatan yang lebih baik. Penting untuk dicatat bahwa agen perubahan (change agent) K3 bukanlah hanya individu yang mendapat pelatihan dan memiliki kompetensi K3 yang memadai, namun juga mereka yang bersedia dan mampu untuk mempromosikan budaya keselamatan”, ungkap Edi di Surabaya hari ini.
Baca Juga: Theraskin Luncurkan Protection Day Cream, Inovasi Pelindung Sinar Matahari untuk Semua Jenis Kulit
Menanggapi hal itu Chairman WSO Indonesia, Soehatman Ramli mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah baik yang telah dilakukan oleh manajemen SPMT dengan menunjuk Ahli K3 perusahaan sebagai change agent K3 untuk mewujudkan pembudayaan K3 di tempat kerja.
“Budaya keselamatan merupakan pondasi menciptakan tempat kerja yang aman dan selamat. Membangun budaya keselamatan perlu waktu, proses berkelanjutan, keterlibatan semua unsur dan konsistensi. Untuk itu perlu dukungan para pekerja sebagai agent of change yang akan menjadi katalisator membentuk budaya keselamatan yang nantinya berperan sebagai roles model bagi rekan-rekan kerja lainnya," ujar Soehatman.
Lebih lanjut Soehatman mengatakan, melalui coaching dari WSO Indonesia, para kader budaya keselamatan di PT Pelindo Multi Terminal telah dibekali pengetahuan dasar tentang safety culture dan strategi perubahan perilaku sebagai seorang Safety Champion.
Masih kata Soehatman, dalam penerapan budaya K3 dilingkungan kerja memiliki 3 pilar utama dan mendasar yakni, aspek keteknikan, sistem, dan manusia.
Pilar pertama lanjut Soehatman, dalam aspek keteknikan menyoroti unit terminal yang memiliki berbagai sarana dan instalasi seperti alat berat, alat angkut dan berpeluang memiliki poensi bahaya seperti kecelakaan dan gangguan operasi.
Sedangkan pilar kedua yang menyangkut sistem manajemen K3, prosedur kerja standar, dan lainnya untuk memastikan bahwa kegiatan operasional berjalan sesuai dengan syarat-syarat K3 yang berlaku. Sementara pilar ketiga yang muatannya erat dengan aspek manusia menjadi pilar yang paling penting karena akan menjadi change agent dan change champion.
Baca Juga: Perhelatan Program CSR Pelindo Mampu Cetak Pejabat Tinggi
"Perlu diingat, budaya K3 ini bukan hanya sebagai role model dalam membangun budaya K3 tapi juga mewujudkan safety culture di sebuah perusahaan," pungkas Soehatman
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement