Google, Temasek, dan Bain & Company Terbitkan Laporan e-Conomy SEA 2023, Apa Isinya?
Perusahaan raksasa teknologi, Google, hari ini meluncurkan laporan e-Conomy SEA 2023 bersama Temasek dan Bain & Company.
Laporan yang berisi soal ekonomi digital di Asia Tenggara tersebut, salah satunya menyoroti Indonesia yang akan meraih capaian Gross Merchandise Value (GMV) sekitar US$110 miliar (Rp1.721 triliun) pada tahun 2025.
Di samping itu, ekonomi digital Indonesia bertumbuh stabil dan diperkirakan mencapai GMV US$82 miliar (Rp1.282 triliun) pada tahun 2023 dengan pertumbuhan 8% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Dalam laporan e-Conomy SEA 2023, terdapat 6 negara yang menjadi perhatian laporan tersebut, yakni Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura, dengan jumlah populasi seluruh negara sektiar 605 juta penduduk.
Enam negara tersebut juga memiliki lima sektor pemimpin di ekonomi digital, mulai dari e-commerce (marketplace, direct-to-consumer atau D2C, grosir); transportasi dan layanan antar makanan; layanan pemesanan travel secara daring (online) baik itu dari penerbangan, hotel, dan sewa; media online berupa periklanan, game, video-on-demand; music-on-demand; serta layanan keuangan berupa pembayaran, pinjaman, asuransi, dan investasi.
“Jadi secara keseluruhan untuk kawasan Asia Tenggara, terjadi kenaikan GMV sebesar 11% untuk semua sektor, e-commerce masih menjadi sektor terbesar seperti di masa lalu, tetapi pertumbuhannya sehat di semua sektor,” ujar Partner and Head of Vector Asia Tenggara, Bain & Company, Aadarsh Baijal saat acara peluncuran Laporan e-Conomy SEA 2023 di kantor pusat Google Indonesia, Jakarta pada Selasa (7/11/2023).
Untuk Indonesia sendiri, terdapat lima sektor yang menjadi pendorong, mulai dari e-commerce, travel online, transportasi dan layanan antar makanan, media online, dan layanan keuangan digital. Berikut rinciannya.
Pertama, laporan e-Conomy SEA 2023 mengatakan bahwa ekonomi Indonesia akan bangkit karena didorong oleh sektor e-commerce pada tahun 2025, sementara pembelanjaan konsumen akan meningkat bersama dengan pertumbuhan ekonomi. GMV sektor ini diperkirakan tumbuh 15%, dari US$62 miliar (Rp971 triliun) pada tahun 2023 menjadi US$82 miliar (Rp1.282 triliun) pada tahun 2025.
Kedua, dari sektor travel online, diproyeksikan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 68% pada tahun 2023, dengan capaian GMV sekitar US$6 miliar (Rp94 triliun). Sektor ini tumbuh pesat akibat pencabutan pembatasan mobilitas terkait pandemi, sehingga mendorong peningkatan permintaan domestik dan perjalanan bisnis.
Ketiga, dari sektor transportasi dan pengiriman makanan justru mengalami penurunan GMV sebesar US$7 miliar (Rp109 triliun) pada akhir tahun 2023. Namun, sektor ini akan kembali tumbuh pada tahun 2025 dengan proyeksi capaian GMV sebesar US$9 miliar (Rp141 triliun) pada tahun 2025.
Pemain di sektor ini pun telah mengurangi promosi dan insentif, sehingga konsumen yang sensitif harga beralih ke yang lain. Meskipun begitu, keberadaan konsumen loyal menjadi segmen yang terus dipertahankan.
Keempat dari sektor media online, diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sedang dengan capaian GMV sekitar US$7 miliar (Rp109 triliun). Pada tahun 2030, GMV di sektor ini akan tumbuh dua kali lipat sekitar US$15 miliar (Rp235 triliun).
Kelima, dari sektor layanan finansial digital, laporan e-Conomy SEA 2023 memperkirakan layanan pinjaman dan kekayaan akan naik pesat dari basis yang rendah. Ditambah lagi, Indonesia akan menjadi pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan perkiraan Gross Transaction Value (GTV) sebesar US$760 miliar (Rp11.915 triliun) pada tahun 2030.
Pembayaran digital telah mengalami pertumbuhan stabil sebesar 10%, dengan perkiraan GTV sebesar US$13 miliar (Rp203 triliun) per tahun 2023, dan diyakini akan terus tumbuh dengan nilai sebesar US$15 miliar (Rp235 triliun) pada tahun 2025.
Baca Juga: Telkomsel Jalin Kolaborasi dengan Google, Luncurkan Bundling Play Pass Data Package
Dengan demikian, sektor layanan finansial digital yang semakin ketat, maka para pemain di sektor ini harus memperluas layanan mereka, khususnya pada bisnis pure-play fintech yang telah memperluas layanan pinjaman dan bank tradisional yang mulai mengalihkan basis pelanggan utama mereka ke layanan digital.
Meskipun begitu, Managing Director Google Indonesia, Randy Jusuf menekankan perlunya inklusi digital agar ekonomi digital lebih maju. Randy mengatakan, pihaknya lebih banyak mengulas lebih dalam soal inklusi digital di laporan edisi kedelapan ini. Alasannya, area pedesaan atau rural mulai mencapai kemajuan inklusi digital.
“Kalau kita lihat tahun 2015, cuma 41% di Indonesia, contohnya, rumah tangga yang mempunyai akses ke internet. Tapi sekarang atau tahun lalu, 2022, sudah hampir 90% dan itu sudah cukup onboard ke negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan sebagainya,” ujar Randy saat memaparkan presentasinya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement