Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menjembatani Gerakan Politik Generasi Muda

Oleh: S. Ramadhani, Pegiat Isu-Isu Sosial dan Politik di Aliansi Pemuda Jember

Menjembatani Gerakan Politik Generasi Muda S. Ramadhani | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mendiskusikan tentang generasi muda sebagai penerus tonggak masa depan adalah isu yang berkembang cukup lama. Ya, harus diakui bahwa setiap generasi merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Perbedaannya hanya pada demografi. Generasi muda saat ini semakin menonjol baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Mereka tidak hanya berpendidikan tinggi, namun berkat akses terhadap fasilitas komunikasi modern dan kemajuan ilmu pengetahuan, mereka juga lebih siap untuk memainkan peran yang lebih efektif dalam masyarakat.

Namun terlepas dari klise umum seperti “Pemuda adalah pemimpin masa depan”, “Pemuda adalah masa depan”, dan “Pemuda akan mengubah dunia”, kita harus bertanya, sejauh mana anak muda dilibatkan dalam aspek-aspek penting yang berkaitan dengan masa depan kita? Berapa persentase populasi anak muda di Indonesia yang telah ditempatkan dibidang-bidang strategis di negara ini?

Baca Juga: Alumni Muda UII Dukung Prabowo Gibran dan bergabung ke Pandawa Lima

Hadirnya media sosial sebagai salah satu alternatif untuk berkomunikasi telah mengubah cara kita berkomunikasi, menjadikan dunia semakin kecil seiring dengan semakin terhubungnya satu sama lain. Namun, meskipun konektivitas meningkat, kita juga hidup di dunia yang menghadapi tantangan sosial yangbesar, yaitu bagaimana menempatkan anak-anak muda yang potensial pada bidang yang berpengaruh, misalnya dalam aspek politik. Meskipun ada, inisiasi tersebut tidaklah masif. Namun daripada itu, kita dapat melihat salah satu isu baru yang tengah naik daun, yaitu hadirnya Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto pada 2024 mendatang. Lantas bagaimana membaca fenomena ini?

Membaca Gerakan Anak Muda

Dalam ranah politik, rupa-rupanya cukup jarang untuk melihat generasi muda mendapatkan peran maksimal untuk berpartisipasi aktif dalam politik praktis. Pun, ada jumlahnya tidaklah signifikan. Artinya, generasi muda secara sistematis masih jauh, jika memang tidak sengaja dijauhkan, dari keterlibatan politik, khususnya partai politik. Partisipasi politik kaum muda masih didominasi oleh mereka yang berasal dari latar belakang sosial dan ekonomi kelas menengah atas yang memiliki akses istimewa terhadap berbagai sumber daya.

Dalam konteks ini, hadirnya Gibran Rakabuming, sebagai salah satu anak muda pertama yang menjadi calon wakil presiden, menandai perubahan dalam lanskap politik Indonesia. Gerakan ini relatif baru, dan bisa jadi muncul sebagai respons terhadap dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang terus berkembang. Sebagai suatu fenomena yang menarik perhatian, gerakan politik generasi muda mencerminkan aspirasi, tantangan, dan harapan para pemuda dalam membangun masa depan negara.

Respon itu, jika tidak keliru, juga dapat dibaca dengan memakai argumen Pierre Bourdieu (1993), bahwa dibalik penganaktirian peran anak muda, termasuk dalam politik, ialah berhubung karena alasan “Youth is just a word”. Bagi Bourdieu, pembagian bentuk struktural menurut usia merupakan logika kekuasaan dalam masyarakat. Ibarat kelas yang mempunyai dikotomiberbedasatu sama lain. Bourdieu melihat hal ini sebagai bentukmanipulasi yang berkembang di masyarakat. Adanya oposisi biner antara senior dan junior merupakan salah satu bentuk kesenjangan sosialdan mewakili struktur sosial dalam masyarakat. Dari perspektif transisi, generasi muda seringkali ditempatkan pada dua sisi yang berbeda, satu sebagai orang dewasa dan satu lagi sebagai anak-anak.

Sebabnya, salah satu argumen utama, yang sering disuarakan oleh para pendukung gerakan politik generasi muda, misalnya dalam kasus Gibran, adalah bahwa partisipasi mereka dapat membawa perspektif segar dan solusi kreatif untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh negara. Pemuda seringkali dilihat sebagai agen perubahan yang lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan inovatif. Mereka tumbuh dalam era teknologi digital dan globalisasi, yang memberi mereka akses lebih besar terhadap informasi dan memungkinkan mereka berkomunikasi secara efektif di tingkat global. Oleh karena itu, melibatkan generasi muda dalam politik pada satu sisi memungkinkan membawa gagasan baru dan strategi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan kompleks yang dihadapi oleh masyarakat modern.

Efektivitas Gerakan Politik Anak Muda

Hadirnya Gibran Rakabuming dalam konstelasi Pilpres 2024 juga dapat ditempatkan sebagai upaya untuk mencoba membangun platform yang memungkinkan partisipasi seluas-luasnya dari berbagai lapisan masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan keterlibatan warga negara, khususnya di kalangan pemuda, yang sering kali terpinggirkan atau tidak diwakili dalam politik konvensional kita. Dengan memberikan suara kepada generasi muda, kita dapat memastikan bahwa kepentingan mereka diakui dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, meski dengan catatan hal ini cukuplah sulit.

Namun, argumen bahwa gerakan politik generasi muda mungkin menghadapi tantangan dalam memberikan kestabilan dan pengalaman yang diperlukan dalam dunia politik juga bisa saja terjadi. Beberapa skeptis berpendapat bahwa kurangnya pengalaman politik formal dapat menghambat kemampuan para pemimpin muda untuk mengelola situasi kompleks dan membuat keputusan yang tepat. Meskipun demikian, pendukung gerakan ini dapat menanggapi bahwa pengalaman politik bukan satu-satunya kriteria untuk keberhasilan dalam dunia politik, dan kepemimpinan yang efektif dapat muncul dari berbagai latar belakang.

Selain itu, gerakan politik generasi muda juga dapat memberikan peluang untuk memerangi stereotip dan presepsi negatif terhadap kaum muda. Seringkali, pemuda dianggap kurang serius dan kurang bertanggung jawab dalam dunia politik, tetapi gerakan politik generasi muda dapat membantah stereotip ini dengan membawa ide-ide yang matang dan solusi berbasis data. Mempromosikan kepemimpinan yang berfokus pada hasil dan kolaboratif, tanpa memandang usia, dapat membuka jalan untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif dan beragam.

Gerakan politik generasi muda dapat menjadi katalisator untuk perubahan sosial yang lebih besar. Misalnya mereka, termasuk juga dapat dilakukan Gibran, dapat terlibat dalam isu-isu sosial dan lingkungan yang menjadi perhatian utama generasi mereka. Dengan menggunakan panggung politik untuk menyuarakan perubahan dalam hal ketidaksetaraan, keberlanjutan, dan isu-isu lainnya, pemimpin muda dapat menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya membangun masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. Namun, penting untuk diingat bahwa kesuksesan gerakan politik generasi muda tidak hanya tergantung pada pemimpin individu, tetapi juga pada partisipasi aktif dan informasi yang baik dari anggota masyarakat. Gerakan ini harus terus berusaha untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu politik dan mendorong warga muda untuk terlibat secara lebih aktif dalam proses demokratis.

Baca Juga: Relawan Prabowo-Gibran Gelar Talk Show dan Coaching untuk UMKM

Gerakan politik generasi muda pada satu sisi membawa banyak potensi positif untuk perkembangan politik dan sosial Indonesia. Meskipun mereka mungkin dihadapkan pada tantangan dan skeptisisme tertentu, potensi inovasi, inklusivitas, dan semangat perubahan yang dibawa oleh gerakan ini patut diperhatikan. Sebabnya, dukungan masyarakat untuk terus memajukan partisipasi generasi muda dalam politik, sambil tetap kritis dan terlibat dalam dialog yang konstruktif untuk memastikan bahwa gerakan ini dapat menjadi kekuatan positif yang memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan negara, tentu sangat diperlukan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: