Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Temuan survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan Gerindra tetap unggul dengan elektabilitas mencapai 17,7 persen. Hal ini diprediksi akan menjadi mimpi buruk dari PDI Perjuangan (PDIP).
Sementara itu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengukuhkan diri sebagai pendatang baru di Senayan, dengan meraih elektabilitas hingga 6,8 persen. PSI yang kini dipimpin oleh putera Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, diprediksi akan menguasai sejumlah kursi di tingkat DPR.
Baca Juga: Gerindra Dorong Satu Putaran, Anies: Pilpres Bukan Selera Elite Politik!
“Kemenangan Gerindra sekaligus menggagalkan upaya PDIP mencetak hattrick, dan mitra koalisinya sesama pengusung Prabowo-Gibran yaitu PSI juga bakal menguasai kursi Senayan,” ungkap Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam siaran pers di Jakarta, pada Selasa (16/1).
Menurut Vivin, nasib tragis yang dialami PDIP tidak terlepas dari perpecahan mendalam di lingkaran elite partai berlambang kepala banteng tersebut.
“Perseteruan Jokowi dan Megawati merontokkan kekuatan PDIP yang sebelumnya mendominasi perpolitikan selama dua periode,” tandas Vivin.
Hingga akhir 2022, elektabilitas PDIP bertahan cukup tinggi, bahkan menembus kisaran 22 persen pada saat gejolak pandemi Covid-19.

“Elektabilitas PDIP mulai anjlok setelah penentangan soal timnas Israel pada Piala Dunia U20 oleh Ganjar Pranowo dan elite partai lainnya,” lanjut Vivin.
Pada saat bersamaan, elektabilitas Gerindra mulai menanjak dan terus melaju hingga menyalip PDIP.
“Dukungan yang semula diberikan Jokowi kepada Ganjar beralih kepada Prabowo Subianto, berbuah pada coattail effect yang dirasakan oleh Gerindra,” tegas Vivin.
Sebelumnya Gerindra selalu menempati posisi runner up dengan elektabilitas berkisar 12-14 persen. Perolehan suara Gerindra pada Pemilu 2019 lalu berada pada peringkat kedua, naik dari Pemilu 2014 yang masih di tiga besar.
Baca Juga: Elektabilitas Tinggi, Caleg Gerindra David Raharja Fokus Dengarkan Warga Jakarta
Coattail effect juga dirasakan PSI, di mana faktor Jokowi turut menentukan dalam gelaran elektoral kali ini.
“Asosiasi kuat PSI dengan Jokowi, ditambah kemunculan Kaesang dan dukungan PSI terhadap Prabowo-Gibran, membuat elektabilitas ikut terkerek,” jelas Vivin.
Partai lain yang turut menikmati kenaikan elektabilitas adalah Golkar, naik sejak November 2023 lalu dan kini mencapai 10,1 persen.
Baca Juga: Survei JRC: PDIP Ditinggal Gerindra, Senayan Akan Kedatangan PSI
“Golkar mempertahankan posisi tiga besar, setelah sempat tergeser oleh Demokrat pada 2021 dan 2022,” terang Vivin.
Demokrat sendiri bersaing ketat dengan PKB, masing-masing dengan elektabilitas 7,3 dan 7,1 persen.
“Demokrat dan PKB sama-sama memainkan posisi yang ambigu, di mana keduanya bertukar posisi dalam koalisi pengusung capres-cawapres,” Vivin menjelaskan.
Demokrat yang keluar dari Koalisi Perubahan dan berbalik mengusung Prabowo-Gibran harus menyesuaikan diri dengan posisinya dulu sebagai oposisi. Sebaliknya PKB yang merupakan bagian dari pemerintahan mendadak bicara soal perubahan setelah mengusung Anies-Muhaimin.
Anggota Koalisi Perubahan lainnya yaitu PKS elektabilitasnya berada di margin ambang batas, sebesar 4,4 persen. Demikian pula Nasdem yang hanya mencapai 2,5 persen, di bawah PAN yang merupakan anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo-Gibran (3,3 persen).
Lainnya adalah PPP (1,7 persen), Perindo (1,5 persen), dan Gelora (1,3 persen). PPP dan Perindo mengusung Ganjar-Mahfud, sedangkan Gelora masuk ke dalam koalisi KIM. Sisanya partai-partai papan bawah seperti PBB (0,6 persen), Hanura (0,5 persen), dan Ummat (0,3 persen).
Terakhir ada Garuda (0,1 persen), sedangkan dua partai baru lainnya nihil dukungan, dan sisanya masih ada 19,8 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
“Hampir semua partai termasuk non-parlemen telah tergabung dalam koalisi pengusung capres-cawapres,” pungkas Vivin.
Baca Juga: Survei NSN: PSI dan Gerindra Naik Tajam, PDIP Ditinggalkan
Survei Index Research dilakukan pada 3-9 Januari 2024 terhadap 1200 orang mewakili semua provinsi. Responden dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dan diwawancara tatap muka. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement