Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Yusril Angkat isu soal Penundaan Pemilu

Yusril Angkat isu soal Penundaan Pemilu Kredit Foto: Antara/Fauzan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan PBB agar penjelasan Pasal 7 ayat (1) b Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang membatasi keberlakuan terhadap Ketetapan MPR hanya kepada Tap-Tap yang sudah ada dan masih berlaku saja dan tidak memungkinkan MPR membuat Tap-Tap yang baru. 

Putusan MK itu adalah final dan mengikat, sehingga terjawab sudah perdebatan akademis selama ini apakah MPR masih berwenang membuat Tap atau tidak. 

MK berpendapat bahwa amandemen UUD NRI 1945 telah mengubah struktur ketatanegaraan, sehingga MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara. Konsekuensinya MPR tak berwenang lagi menerbitkan Tap yang kedudukannya berada di bawah UUD 1945, tetapi di atas undang-undang.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra, yang memohon pengujian itu mengatakan tidak masalah jika MK memutuskan begitu.

Ia mengatakan partainya memohon pengujian agar MPR berwenang membuat Tap demi untuk menyelamatkan negara jika terjadi keadaan yang luar biasa seperti bencana alam, wabah penyakit/pandemi, perang dan kerusuhan sehingga pemilu tidak dapat dilaksanakan. 

"Akibatnya, semua jabatan yang dipilih dengan pemilu akan kedaluwarsa dan kekuasaan negara kemungkinan besar berada dalam keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan. Dalam situasi seperti itu, PBB mempertanyakan lembaga apa yang berwenang menunda pemilu yang merupakan amanat UUD NRI 1945," ujar Yusril. 

Yusril juga menjelaskan bahwa lembaga apa yang akan berwenang nantinya untuk memperpanjang masa jabatan Presiden, DPR dan DPD.

PBB berpendapat bahwa MPR-lah yang berwenang membuat dan mengubah UUD 45, yang dapat melakukannya demi mencegah negara berada dalam keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan.

"Persoalan pokok yang diajukan PBB itu justru tidak dijawab MK dalam putusannya. MK hanya fokus pada hierarki peraturan perundang-undangan dan perubahan status MPR yang bukan lagi lembaga tertinggi negara. MK sama sekali tidak menyinggung hukum tatanegara dalam keadaan darurat yang mungkin saja terjadi," tegas Yusril.

Yusril menegaskan bahwa yang paling penting rakyat tahu ada partai politik yang sangat concern dengan situasi darurat yang mungkin saja dapat terjadi di negara ini, dan bangsa ini perlu landasan untuk mengatasinya.

"Tetapi kalau MK saja menganggap hal itu tidak penting untuk dijawab, maka PBB hanya mengatakan tanggung jawab sejarah partainya sudah mereka tunaikan. Marilah kita melangkah ke depan, semoga situasi darurat itu tidak terjadi pada bangsa dan negara kita," tutup Yusril.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: