Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PKS Bingung Jokowi Sebelumnya Bilang Netral, Sekarang Boleh Berkampanye dan Memihak di Pilpres

PKS Bingung Jokowi Sebelumnya Bilang Netral, Sekarang Boleh Berkampanye dan Memihak di Pilpres Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi pernyataan Presiden Jokowi agar tidak terjadi abuse of power, dan etika keteladanan bernegara terkait pernyataannya bahwa Presiden boleh berkampanye dan memihak di Pilpres.

HNW sapaan akrabnya menyampaikan memang ada ketentuan UU yang sekilas bisa dijadikan rujukan, tapi HNW juga mengingatkan ketentuan Pasal 7 UUD 1945 yang jelas dan tegas mengatur soal pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua periode.

"Ini merupakan ketentuan Konstitusi yang juga amanat reformasi. Yang mudah dipahami bahwa diakhir periode kedua, seperti Presiden Jokowi, diakhir masa jabatan maksimalnya diperiode ke dua, maka Presiden yang bukan hanya kepala pemerintahan tapi juga kepala negara, seharusnya juga mementingkan legacy, keteladanan dan etika sebagai Presiden dengan tidak perlu cawe-cawe untuk sekalipun melalui orang lain tapi esensinya sama yaitu ‘memperpanjang masa jabatannya’," kata Hidayat.

"Apalagi bila ‘orang lain’ itu adalah anggota keluarganya sendiri. Karena hal itu juga bentuk nepotisme yang ditolak oleh Reformasi dan menjadi ketentuan yang tidak sesuai dengan Konstitusi, sehingga harusnya dihindari oleh Presiden, agar tidak berpotensi dimakzulkan oleh DPR," tambahnya.

HNW mengakui memang Pasal 299 UU Pemilu memberikan hak kepada presiden dan wakil presiden untuk berkampanye, dengan berbagai persyaratannya.

Namun, yang perlu ditekankan di dalam memahami ketentuan itu adalah untuk ‘berkampanye’, bukan untuk memihak kepada salah satu calon.

"Artinya ketentuan itu seharusnya ditafsirkan bahwa Presiden dapat berkampanye untuk dirinya ketika dirinya secara konstitusi dimungkinkan untuk mencalonkan kembali sebagai salah satu kontestan Pilpres. Namun, apabila dia sudah tidak bisa mencalonkan kembali karena sudah dua periode, secara etika, presiden mestinya tidak perlu cawe-cawe lagi dengan berkampanye, apalagi kampanye terang-terangan memihak kepada salah satu calon," tambahnya.

HNW menilai Jokowi terkesan di mata rakyat tidak memosisikan diri sebagai Kepala Negara yang mengayomi semua pasang calon Presiden/wakil Presiden, dan bahkan Presiden tidak konsisten melaksanakan sumpah jabatan dengan menjalankan keseluruhan aturan perundangan,” tukasnya. 

HNW juga mengingatkan kalau Presiden Jokowi sebelumnya berkali-kali menegaskan bahwa aparat negara harus netral dalam Pemilu 2024. Bahkan mengancam akan menghukum ASN yang tidak netral. 

“Sebelumnya Presiden Jokowi sebutkan aparat negara harus netral, tetapi sekarang dirinya menyatakan bahwa bahkan Presiden bisa berpihak. Tentu ini akan berpihak, yang mudah diartikan sebagai akan cawe-cawe dengan laku ikut berkampanye untuk satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, dan karenanya tidak netral. Bagaimana mungkin ASN disuruh netral dan akan diberikan sanksi bila tidak netral, sementara Presiden sendiri justru mencontohkan ketidaknetralan,” ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: