Indonesia selama tujuh tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan utang yang signifikan. Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi akan mewariskan utang setidaknya Rp8,041 Triliun. Tentu hal ini harus menjadi perhatian dari presiden selanjutnya.
“Di awal masa kepemimpinan Jokowi, utang pemerintah baru sekitar Rp2.608 triliun. Namun, menjelang akhir masa jabatannya utang negara sudah naik 3 kali lipat menjadi Rp8.041 triliun pada Desember 2023. Bahkan kalau kita gabung dengan utang BUMN nilainya bisa saja mencapai Rp10 ribu triliun, inilah yang diwariskan oleh pemerintah Jokowi yang harus ditanggung pemerintah baru, siapa pun yang terpilih,” kata Handi.
Ia mengatakan menanggung utang jumbo ini tak akan mudah. Karena APBN, terbebani setiap tahunnya untuk membayar pokok dan bunganya sebesar Rp 500 triliun.
“Ini menjadi satu beban negara yang sangat besar sekali, apalagi belanja kita cuma di sekitar Rp3.000 triliun pada 2024, sekitar Rp500 triliun itu sudah kita belanjakan untuk membayar bunga utang,” urainya.
Ia menyatakan, besarnya utang tersebut seharusnya dibarengi dengan kemampuan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan. Namun, sayangnya penerimaan negara terutama dari pajak masih stagnan selama bertahun-tahun.
Dia mengatakan penerimaan negara pada 2014 berada di angka sekitar Rp1.500 triliun. Pada 2023, angka penerimaan itu meningkat menjadi Rp2.600 triliun.
“Peningkatan penerimaan negara itu kalah jauh dari peningkatan utang pemerintah. Dalam 10 tahun terakhir terjadi kenaikan 100 persen penerimaan negara, tetapi peningkatan utang kita jauh lebih tinggi, hampir 400 persen,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Aldi Ginastiar
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement