Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto buka suara terkait dampak yang bisa ditimbulkan oleh eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah.
Eko mengatakan, salah satu dampak yang harus diantisipasi dari konflik tersebut adalah terguncangnya jalan pertumbuhan ekonomi dari Indonesia. Apalagi jika hal tersebut terus memanas tanpa adanya deeskalasi yang dilakukan oleh pihak terkait.
Baca Juga: Survei Terbaru: Persepsi Positif Kondisi Ekonomi Nasional Alami Penurunan
“Kalau saya lihat sejauh ini, dengan eskalasi konflik yang sekarang menurut saya dampak terhadap ekonomi sektor riil itu masih terbatas, kalau kita lihat untuk tumbuh katakanlah 4,5 sampai 5 persen, saya masih punya keyakinan di 2024 kita masih bisa tumbuh,” katanya dalam webinar “Dampak Kebijakan Ekonomi Politik di Tengah Perang Iran-Israel” di Jakarta, Senin, (22/04).
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, hal tersebut tercerminkan dari bagaimana nilai tukar Rupiah yang tembus Rp16.000 atas Dolar Amerika Serikat (AS)
“Bagaimana ekonomi, sebelum jadi perang terbuka sudah tidak baik-baik saja. Semenjak konflik ini meletus, semakin terlihat bahwa semakin tipis atau minim akan baik-baik saja,” jelas Eko.
Di sisi lain, pemerintah juga dibayangi dengan masalah terkait dengan ketersediaan energi, khususnya bahan bakar minyak. Konflik Timur Tengah terbukti telah membuat harga minyak dunia naik signifikan.
Baca Juga: APBN Terancam Dampak Eskalasi Timur Tengah, Ekonomi Indonesia Perlu Lebih Sustain!
Meskipun begitu, menekan dampak terkait bukanlah hal yang tidak mungkin. Eko mengatakan, pemerintah dapat meminimalisir dampak konflik geopolitik dengan pengelolaan sektor dalam negeri yang optimal.
“Memang tidak akseleratif (pertumbuhan ekonomi Indonesia), tapi untuk sekadar bertahan sebetulnya masih memungkinkan dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang meningkat saat ini,” ungkap Eko.
Baca Juga: Hanya 29 Persen Masyarakat yang Menilai Kondisi Ekonomi Nasional Baik-Sangat Baik
Eko mengatakan, dampak konflik antara Iran dengan Israel takkan terjadi apabila pemerintah dapat mengelola komponen konsumsi dan produksi, terutama berkaitan dengan industri sebagai salah satu sektor penggerak pertumbuhan ekonomi. Resesi bahkan bisa tak dirasakan oleh Indonesia.
Namun, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, agak sulit dilakukan karena kondisi global tidak mendukung dan keadaan domestik belum mampu menunjang optimisme fundamental ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Jaya Maju Bersama, Ekonomi Sirkular Terus Digenjot PGE
“Ekonomi kita itu sebetulnya masih inward looking (kebijakan yang berfokus pada pengembangan industri dalam negeri), jadi masih sangat didominasi oleh aktivitas domestik. Hanya saja yang harus kita lihat kalau kemudian rupiah terus berfluktuasi, kemudian harga energi juga cenderung meningkat, itu tetap saja juga berdampak terhadap ekonomi domestik, akan menggerus kemampuan ekonomi kita,” tutur Eko.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement