Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Terbitkan SPI 321, Kemenparekraf dan Kemenkeu Harap Kekayaaan Intelektual Bernilai Ekonomi

Terbitkan SPI 321, Kemenparekraf dan Kemenkeu Harap Kekayaaan Intelektual Bernilai Ekonomi Kredit Foto: Kemenparekraf
Warta Ekonomi, Bandung -

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) mengadakan kegiatan sosialisasi Standar Penilaian Indonesia (SPI) 321 - Penilaian Kekayaan Intelektual untuk Penjaminan Utang. 

Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 120 orang perwakilan Kemenparekraf, Kemenkeu, Kemenko Perekonomian, Kemenkumham, BRIN, OJK, LMKN, Perbankan, Perbanas, Akademisi, MAPPI, dan KJPP.

Baca Juga: Menparekraf Apresiasi Festival Semarapura, Ajak Turis Jadi Rojali

Direktur Pengembangan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf, Sabartua Tampubolon mengatakan, diterbitkannya SPI 321 ini dalam rangka komersialisasi KI yang masih menjadi tantangan bersama hingga saat ini.

"SPI inilah nanti yang jadi pedoman bagi penilai," kata Tampubolon kepada wartawan di Bandung, Rabu (8/5/2024). 

Tampubolon mengatakan, penilai ini nantinya bisa secara internal dibentuk oleh lembaga keuangan bank dan non bank. Bisa juga dari penilai publik yang bernaung di dalam MAPPI. 

"Itu arti penting kegiatan hari ini, ketika SPI ini nanti sudah tersosialisasikan, dijadikan pedoman untuk penilaian KI sebagai objek jaminan utang," katanya

Menurutnya, seluruh kekayaan intelektual memiliki potensi untuk dijadikan jaminan utang. Hal itu pula yang telah diatur dalam SPI 321.

"Tapi dalam pelaksanaan praktik yang sekarang ternyata masih ada perbedaan-perbedaan pandangan bahwa belum semuanya potensial, karena itu sangat tergantung pada ekosistemnya," ungkapnya 

Dia mencontohkan, musik menjadi salah satu dari subsektor yang ekosistem ekonomi kreatifnya sudah terbentuk. Saat ini, sudah banyak diskursus-diskursus termasuk pembicaraan tentang hak royalti didalamnya.

"Kita mengetahui dalam KI itu ada dua hak, hak moral dan hak ekonomi. Nah kalau yang saya lihat sekarang kan kita masih lebih banyak membicarakan hak moral, kedepannya setelah ada Komersialisasi KI yang lebih masif dengan diterbitkannya SPI 321 ini, nanti kita akan banyak ngomong tentang hak ekonomi. Itu impact dari Komersialisasi KI yang semakin masif," jelasnya 

Termasuk juga dalam film. Menurutnya, saat ini tak sedikit film Indonesia yang sukses menguasasi box office di tanah air mengalahkan film-film dari luar negeri.

"Pertanyaannya adalah apakah penggiat film sudah bankable, sudah diterima bank untuk misalnya menjadikan film itu katakanlah skenarionya atau hak cipta di bidang filmnya menjadi agunan? Itu masih pertanyaan yang mengganggu. Waktu itu sebelum ada SPI, pihak perbankan selalu menyebut mereka belum bisa meng-exercise ini karena belum ada pedomannya yaitu SPI 321 ini," bebernya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap setelah adanya sosialisasi SPI 321 ini, seluruh kekayaan intelektual bisa dijadikan sebagai jaminan utang.

"Singkatnya bagaimana sebuah KI yang bernilai ekonomi betul-betul bisa dipersamakan seperti aset berwujud. Misalnya kalau orang punya rumah, rumah ini nanti bisa dijadikan agunan, nanti KI seperti misalnya film yang saya sebut tadi," ungkapnya.

Baca Juga: Jokowi: Negara Besar Masuk Resesi, Kita Tumbuh 5,11%

"Seperti film KKN di Desa Penari, ga terbayang itu nilainya jauh lebih tinggi dari gedung-gedung bertingkat itu. Tapi belum ada keyakinan sebelumnya bahwa itu bernilai," ujarnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: