Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) telah melemah signifikan hampir 10% dibandingkan dengan tahun lalu. Pada 22 Juni 2024, kurs Rupiah tercatat setara dengan Rp16.477 per Dolar Amerika Serikat. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, kurs Rupiah masih berada di level Rp14.995 per Dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, Rupiah telah mengalami depresiasi sekitar 9.88% dalam kurun waktu satu tahun.
Depresiasi ini dinilai memberikan dampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Pengamat ekonomi senior dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyatakan bahwa pelemahan Rupiah terutama akan dirasakan oleh para pelaku usaha. Biaya produksi pelaku usaha berpotensi meningkat seiring dengan naiknya harga komoditas dasar yang diimpor dari luar negeri.
Selain itu, depresiasi Rupiah juga akan berdampak pada biaya pembayaran utang luar negeri yang lebih besar. Bahkan, dampak depresiasi Rupiah yang sudah hampir mencapai 10% ini dinilai lebih signifikan dibandingkan dengan tingkat suku bunga acuan yang tinggi. Salah satu dampak nyata yang akan dirasakan oleh masyarakat adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kurs Rupiah merupakan salah satu faktor penentu bagi badan usaha migas dalam menetapkan harga BBM. Maka dari itu, depresiasi Rupiah yang signifikan diproyeksi akan menggerek harga BBM," jelas Tauhid Ahmad.
Kondisi ini mengharuskan pemerintah dan pelaku usaha untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan ekonomi guna meminimalkan dampak negatif dari pelemahan Rupiah yang terus berlanjut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement