Keberadaan air conditioning (AC) sudah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat, khususnya yang tinggal diperkotaan. Namun di sisi lain, penggunaan AC juga punya dampak signifikan terhadap lingkungan, karena AC menjadi produk elektronik yang tinggi terhadap penggunaan energi listrik, dan karena itu AC menjadi produk yang banyak meninggalkan jejak karbon (carbon footprint).
Terkait dengan hal ini, Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, kebijakan Kementerian ESDM untuk mewujudkan produk AC yang hemat energi, patut didukung karena merupakan kebijakan yang baik dan strategis.
"Nah, persoalannya, apakah kebijakan ini cukup efektif untuk mendorong perubahan perilaku konsumen dalam menggunakan produk AC-nya? Survei YLKI terhadap konsumen di area DKI Jakarta membuktikannya," kata Tulus Abadi pada diskusi publik dengan tema “Sinergitas Sektor Transportasi dan Sektor Energi untuk Mewujudkan Kualitas Udara Bersih di Kota Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Medan, dan Makassar” yang dilaksanakan secara Daring, Kamis (27/6/2024).
"Berdasar hasil survei diketahui bahwa rata-rata jenis kelamin responden yang kami temui adalah perempuan ibu rumah tangga, kemudian dari hasil survei tersebut juga kami temukan bahwa masih sedikit sekali responden yang memiliki AC dengan label tanda hemat energi dalam rumah tangga, ada juga responden yang memiliki AC dengan label tanda hemat energi, akan tetapi mereka sendiri belum paham arti dan maksud dari label tersebut," imbuh Tulus.
Menurut Tulus, Mereka mengatakan bahwa ketika melakukan proses pembelian di toko dan pemasangan di rumah tidak ada upaya sosialisasi dan edukasi baik dari pemilik toko ataupun teknisi yang memasang AC di rumah tentang arti dari label hemat energi tersebut. "Ini sebenarnya perlu menjadi catatan, apakah mereka sebetulnya juga memahami arti dari label hemat energi tersebut atau tidak, " ujar Tulus.
Baca Juga: Dorong Pendidikan Microelektronik, Airlangga: Kita Harus Ambil Pasar Semikonduktor
Adapun beberapa hasil yang ditemui YLKI dalam survei tersebut antara lain adalah jenis kelamin tertinggi dalam survei ini adalah perempuan sebesar 76% dan laki-laki sebesar 24% dari lokasi yang ditentukan di wilayah DKI Jakarta. Jenis pekerjaan tertinggi adalah ibu rumah tangga sebesar 38% dan paling rendah adalah lawyer sebesar 2%.
Untuk daya listrik responden yang dilakukan survei, tertinggi adalah 1300 VA sebesar 44% dan 2200 VA 38%. Untuk yang paling rendah adalah 3500 VA sebesar 4%. Untuk jumlah AC yang responden miliki dalam rumah tangga, mayoritas responden memiliki setidaknya 1 buah AC di rumahnya sebanyak 72%, kemudian responden yang memiliki 2 buah AC sebanyak 14%, dan responden yang memiliki 3 buah AC sebanyak 10%.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, sebanyak 53,4% responden memiliki AC rumah tangga dengan kapasitas ½ PK, kemudian 39,7% untuk AC dengan kapasitas 1 PK. Kapasitas ¾ PK sebesar 4,1% sedangkan untuk jumlah 1 ½ PK dan 2 PK sebesar 1,4% responden.
"Untuk ruangan yang dipasang AC tertinggi ada pada ruangan tempat tidur sebesar 84% dan paling rendah ada pada ruang keluarga yaitu sebesar 2%, " ujar Tulus.
Tulus melanjitkan, rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membeli AC, responden tertinggi berada pada rentang harga Rp.2.000.001 - 4.000.000., yaitu sebesar 74%. Dan kedua ada pada harga lebih dari Rp.4.000.000., dari hasil survei ditemukan juga responden yang membeli AC dengan harga kurang dari Rp.2.000.000., yaitu sebesar 6%. Untuk merk AC yang paling banyak digunakan berdasarkan hasil survei adalah merk Sharp sebanyak 24 orang, kemudian LG 9 orang, dan paling rendah ada pada merk electrolux dan toshiba masing-masing 1 orang.
Berdasarkan hasil survei, Tulus menambahkan, responden yang mengetahui label tanda hemat energi adalah 54% dan yang tidak mengetahui sebesar 48%. "Namun ketika kami lakukan wawancara mendalam, sebetulnya responden masih belum mengetahui secara rinci apa makna dari tanda label energi tersebut, " ungkapnya.
Berdasarkan hasil survei, orang yang cukup menentukan dalam proses pembelian AC tertinggi ada pada ayah yaitu sebesar 38% kemudian ibu 22%. Dan paling rendah ada pada anak sebesar 10% dan keluarga sebesar 2%. Menurut hasil survei, mayoritas responden memiliki setidaknya 1 AC dengan label hemat energi yaitu sebesar 44 %.
"Namun masih banyak juga responden yang memiliki AC tanpa label tanda hemat energi yaitu sebesar 36%. Dari hasil survei dapat disimpulkan bahwa masyarakat cenderung belum mengetahui makna dan arti dari label tersebut," ungkap Tulus.
Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa pertimbangan terbesar responden ketika hendak membeli AC tertinggi ada pada pertimbangan besaran daya listrik yang akan digunakan sebanyak 33 orang, kemudian harga yang cenderung lebih murah sebanyak 21 orang dan pertimbangan paling rendah ada pada iklan sebanyak 3 orang.
"Hal ini karena responden cenderung sudah mencari tahu terlebih dahulu mengenai merk AC apa saja yang akan mereka beli," kata Tulus.
Untuk default setting suhu tertinggi ada pada rendan suhu 16-18 °C sebesar 44%, kemudian 19-21°C dan 22-25°C sebesar 18%. Berdasarkan hasil survei juga ditemukan bahwa responden tidak mengetahui pasti berapa default setting AC ketika awal membeli dengan jawaban tidak pasti yang cukup tinggi yaitu sebesar 18%.
Baca Juga: YLKI Soal Masalah Tapera: Subsidi Mestinya Beban Pemerintah, Malah Ditransfer ke Rakyat
Untuk durasi penggunaan AC dalam rumah tangga tertinggi responden menggunakan AC selama 8-12 jam/hari sebesar 40%, kemudian 4-8 jam/hari sebesar 30% dan 12-24 jam/hari cukup tinggi sebesar 22%. Paling rendah ada pada waktu 1-4 jam/hari sebesar 2%. Untuk permasalahan yang paling sering ditemukan ketika responden menggunakan AC ada pada permasalahan AC dirasa tidak dingin yaitu sebesar 35,3% kemudian permasalahan pembuangan air AC sebesar 21,2%, permasalahan freon habis sebesar 20% dan paling rendah ada pada permasalahan pada remot AC sebesar 2,4%.
Untuk biaya perawatan yang dikeluarkan responden tertinggi ada pada jumlah Rp.100.001-150.000., dan paling rendah sejumlah Rp. 200.001-250.000.,. Untuk frekuensi perawatan AC yang responden lakukan tertinggi ada pada rentang waktu 1-3 kali dalam 3 bulan sebesar 48% dan 1 kali dalam 6 bulan sebesar 44%. "Dan menurut survei ada responden yang belum pernah melakukan perawatan AC yaitu sebesar 2%." ujarnya.
Berdasarkan hasil survei, tindakan tertinggi yang dilakukan apabila AC rumah tangga rusak adalah memperbaiki sebesar 48% dan paling rendah adalah dibuang sebesar 2%. Berdasarkan hasil survei, informasi yang paling dibutuhkan responden adalah informasi terkait dengan harga, kualitas kelebihan dan kekurangan produk yaitu sebesar 27,2%, kemudian informasi terkait label tanda hemat energi sebesar 26,3% dan paling rendah adalah informasi terkait proses pembuangan AC yang benar sebesar 3,5%.
Untuk petugas pembersihan AC berdasarkan hasil survei, ditemukan bahwa responden akan menggunakan jasa teknisi untuk melakukan proses tersebut yaitu sebesar 100% , dan tidak melakukannya secara mandiri.
Berdasarkan hasil survei responden yang bersedia berpartisipasi dalam kegiatan sosialisasi yaitu sebesar 82% dan yang tidak bersedia sebesar 18%. Kemudian untuk jenis sosialisasi yang disukai tertinggi ada pada kegiatan webinar yaitu sebesar 32,2%. Selain itu juga responden tertarik adanya sosialisasi melalui iklan dan media sosial yaitu sebesar 25,4%.
Dari temuan diatas YLKI memberikan saran dan rekomendasinya, "Untuk Konsumen, agar lebih kritis lagi saat memilih AC yang lebih baik dengan mempertimbangkan pemilihan AC berlabel hemat energi. Peran konsumen sangat penting dalam hal ini. Konsumen juga perlu memperhatikan suhu awal saat menyalakan AC, jangan terlalu rendah, agar tidak boros energi, dan menjaga dampak negatif terhadap lingkungan," ujar Tulus.
Sedangkan, lanjut Tulus, untuk pelaku Usaha agar lebih aktif lagi dalam mempromosikan AC hemat energi. Label AC harus lebih jelas agar konsumen lebih mudah memahaminya. "Kepada pemerintah sbg regulator juga harus pro aktif dalam pengawasan di pasaran, agar produk AC yang beredar benar benar mematuhi aturan." pungkas Tulus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement