Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dampak Pelemahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Kondisi Fiskal dan Harga Energi di Indonesia

Dampak Pelemahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Kondisi Fiskal dan Harga Energi di Indonesia Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelemahan nilai tukar rupiah berdampak terhadap keseimbangan fiskal karena mempengaruhi pos pendapatan dan belanja di APBN. Pelemahan rupiah juga memberikan dampak secara langsung terhadap harga energi di Indonesia. Hal itu terkait dengan struktur perekonomian Indonesia yang cukup tergantung terhadap impor. 

Kebijakan moneter ketat yang diimplementasikan oleh European Central Bank (ECB) dalam beberapa tahun terakhir dan Bank Sentral Amerika (The Fed) yang juga mulai menerapkan kebijakan serupa, menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.

Data juga menunjukkan ketika harga minyak meningkat nilai tukar sebagian besar mata uang termasuk rupiah terhadap dollar cenderung melemah.

Pandangan dan catatan ReforMiner terhadap dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap kondisi fiskal dan harga energi di Indonesia, adalah sebagai berikut: Pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal Indonesia.

Untuk APBN 2024, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100 per USD berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 4 triliun. Akan tetapi, pelemahan tersebut memberikan konsekuensi terhadap meningkatnya belanja negara sekitar Rp 10,20 triliun. Artinya, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100 per USD berpotensi meningkatkan defisit APBN sekitar Rp 6,20 triliun.

Selain pelemahan rupiah, peningkatan harga minyak (ICP) juga memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal Indonesia. Setiap peningkatan harga minyak sebesar 1 USD per barel berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 3,6 triliun.

Akan tetapi,peningkatantersebut memberikan dampak terhadap meningkatnya belanja negara sekitar Rp 10,10 triliun. Artinya, setiap peningkatan harga minyak sebesar 1 USD per barel berpotensi meningkatkan defisit APBN 2024 sekitar Rp 6,50 triliun.

Kebijakan moneter ketat yang diberlakukan oleh sejumlah negara, pelemahan rupiah, dan kecenderungan peningkatan harga minyak memberikan dampak terhadap kinerja APBN 2024. Sampai dengan kuartal pertama (Q1) 2024, pendapatan negara dilaporkan lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, belanja negara justru lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Sampai dengan Q1-2024, pendapatan negara dilaporkan sekitar 7,57 % lebih rendah dibandingkan Q1-2023. Penerimaan pajak dilaporkan turun 9,29% dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dilaporkan turun 6,69 %.

Realisasi belanja negara baik untuk pemerintah pusat dan transfer ke daerah pada periode yang sama justru dilaporkan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Pelemahan rupiah dan/atau peningkatan harga minyak (ICP) memberikan dampak langsung terhadap meningkatnya biaya pengadaan energi (listrik, BBM, gas) di Indonesia. Peningkatan biaya pengadaan energi di Indonesia dapat disebabkan karena meningkatnya harga bahan baku dan/atau akibat selisih kurs rupiah.

Berdasarkan simulasi keterkaitan antara biaya pengadaan BBM dengan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah ditemukan bahwa setiap peningkatan harga minyak mentah sebesar 1 USD per barel akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp 150 per liter. Sementara, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100 per USD, akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp 100 per liter.

Berdasarkan data, rata-rata realisasi kurs tengah Bank Indonesia selama 1 Januari - 26 Juni 2024 adalah Rp 15.892 per USD atau lebih tinggi Rp 892 per USD dibandingkan asumsi APBN 2024.

Jika mengacu pada hasil simulasi poin 6, pelemahan rupiah tersebut memberikan dampak terhadap meningkatnya biaya pengadaan BBM sekitar Rp 705 untuk setiap liternya. Peningkatan biaya pengadaan BBM akan lebih besar lagi jika memperhitungkan realisasi rata-rata ICP pada periode yang sama tercatat lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN 2024.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: