- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Tren Konsumsi Green Products Bakal Dorong Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Indonesia
Salah satu perubahan tren konsumsi global yakni adalah kecenderungan memilih green producs yang mengusung keberlanjutaan serta dari green industry. Hal ini ditandai dengan proses produksi yang bertanggung jawab, sustainable, dan traceable.
Adapun aspek sustainability pada industri hilir kelapa sawit dimaknai meluas dari produk yang berwawasan lingkungan, serta menjadi responsibility terhadap emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan sepanjang rantai pasok produknya.
Baca Juga: Kampanye Negatif Sawit pada Produk Dalam Negeri, BPDPKS: Kita Lawan!
Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, memprediksi bahwa aspek bangkitan emisi GRK dari proses produksi industri hilir kelapa sawit juga akan menjadi pertimbangan konsumen untuk memilih produk hilir kelapa sawit dengan net emission index yang rendah.
Sebagai induk dari industri kelapa sawit, kata Putu, industri agro tercatat mengalami pertumbuhan sekitar 3,90% year on year (YoY) dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sektor non migas mencapai 50,87%. Di sisi lain, industri kelapa sawit sendiri menduduki peringkat pertama dalam kontribusi pertumbuhan sektor industri agro sehingga pemerintah menempatkan industri kelapa sawit sebagai salah satu dari prioritas pembangunan nasional.
Tema hilirisasi industri kelapa sawit, sambung Putu, masih menjadi tema besar dalam kebijakan pengembangan sektor kelapa sawit. Adapun indikator pencapaian berupa jumlah ragam jenis produk hilir dan rasio volume ekspor bahan baku minyak kelapa sawit (CPO/CPKO) tersebut berbanding dengan produk olahan atau processed palm oil.
“Kami mencatat terdapat sekitar 179 ragam jenis produk hilir sawit dan sekitar 90% volume ekspor berupa produk hilir. Hanya sekitar 10% volume ekspor berupa bahan baku CPO/CPKO,” kata Putu dalam keterangan resminya yang dikutip Warta Ekonomi, Jumat (28//6/2024).
Sebagai negara produsen terbesar komoditas kelapa sawit, Indonesia berpeluang menjadi pemenang atau champion pada program dekarbonisasi melalui strategi konkret peningkatan penggunaan produk hilir sawit secara massif di dalam negeri sendiri.
Putu menyebut jika hal tersebut juga berfungsi sebagai wahana demand management yang berguna untuk menjaga harga CPO internasional serta mempertahankan harga jual tandan buah segar (TBS) di tingkat rakyat atau smallholder pada tingkat yang remunerative. Di sisi lain, dalam delapan tahun terakhir program mandatory biodiesel yang saat ini mencapai angka 35% (B35) merupakan contoh konkretnya.
Berikutnya, strategi konkret program dekarbonisasi untuk mencapai Net Zero Emission di sektor industri kelapa sawit yakni menginjeksi teknologi produk/proses produksi yang ramah emisi GRK itu sendiri.
Maka dari itu, terkait hal tersebut Kementerian Perindustrian tengah menginisiasi introduksi teknologi baru produksi Minyak Sawit Mentah tanpa perebusan atau sterilisasi dengan metode SPOT (Steamless Palm Oil Technology). Alasannya, penggunaan steam yang lebih hemat bisa menurunkan emisi GRK, nihil limbah cair POME, serta efisiensi proses produksi yang makin intensif dan komprehensif.
Baca Juga: Dukung Keberlanjutan Kelapa Sawit, BPDPKS Siapkan Lima Program Pokok Ini
“SPOT mampu menurunkan emisi GRK sekitar 20,84% dari pabrik kelapa sawit (PKS) konvensional berkapasitas sama, yaitu 1.296,1 kgCO2 eq/ton CPO pada PKS biasa menjadi 1.026,4 kgCO2 eq/ton produk PMO (Palm Mesocarp Oil),” jelas Putu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement