Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Potensi Bioenergi Indonesia 72,23 GW: Solusi Ramah Lingkungan untuk PLTU

Potensi Bioenergi Indonesia 72,23 GW: Solusi Ramah Lingkungan untuk PLTU Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengungkapkan Indonesia memiliki potensi bioenergi setara 72,23 gigawatt (GW). Potensi tersebut berasal dari rencana kayu hutan tanaman energi berbasis hutan tanaman industri (HTI) sebesar 696 Megawatt (MW), hutan tanaman energi di daerah 3T sebesar 1.004 MW, dan hutan tanaman energi di lahan kritis sebesar 70.536 MW.

Hal ini ia ungkapkan dalam pidato ilmiah Wisuda ke-114 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kamis (18/07/2024). Potensi itu kata Alue akan digunakan sebagai bahan baku co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai salah satu upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Baca Juga: Electricity Connect 2024: Wujud Sinergi Transisi Energi Global dan ASEAN

”Potensi tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar biomasa pada program Co-Firing PLTU untuk mensubstitusi batu bara,” ujar Alue.

Guna memasifkan pemanfaatan biomassa di sektor ketenagalistrikan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan regulasi dan kebijakan untuk memanfaatkan HTI sebagai bahan baku bioenergi atau yang dikenal dengan hutan tanaman energi (HTE).

Alue merinci, saat ini terdapat lebih dari 31 unit usaha HTI yang didukung oleh Perum Perhutani utnuk mengembangkan HTE. Ada pun potensi produk bioenergi yang dapat dihasilkan dari hutan tanaman energi ini antara lain wood chips untuk bahan bakar pembangkit, wood pellet, arang kayu, bioetanol, dan biodiesel.

”Pengembangan diversifikasi energi menjadi penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki mega biodiversity sebagai sumber energi terbarukan yang tentunya perlu kita kelola dan dimanfaatkan secara optimal sebagai energi alternatif bagi energi fosil yang semakin berkurang ketersediaan,” lanjut Alue.

Dengan implementasi peningkatan diversifikasi energi, diharapkan mampu mendukung upaya mitigasi perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi GRK dari konsumsi energi fosil secara terus menerus.

Baca Juga: Sesditjen Gatrik Ungkap Implementasi Transisi Energi Perlu Perhatikan Ini

”Bagaimana disepakati di dalam perjanjian Paris atau Paris Agreement, kita juga telah menaikkan target pengurangan emisi dari sebelumnya 29 persen di first NDC kita di tahun 2016, menjadi sekarang 31,89 persen (e-NDC) atau setara 913 juta ton CO2 equivalent yang harus kita kurangi dengan kemampuan upaya kita sendiri,” tutup Alue.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: