Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Petani Sawit Mengaku Tak Legowo dengan Tugas Baru BPDPKS

Petani Sawit Mengaku Tak Legowo dengan Tugas Baru BPDPKS Petani memanen buah sawit di kebunnya di Desa Tibo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Minggu (10/9/2023). Menurut petani harga buah sawit di daerah tersebut naik dari Rp1000 per kilogram menjadi Rp1200 per kilogram. | Kredit Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah berencana mengubah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Sesuai dengan namanya, nantinya badan tersebut tidak hanya mengelola dan menaungi sawit saja, melainkan juga dana perkebunan lainnya seperti karet, kakao, dan juga kelapa.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartanto, sebelumnya menilai jika pemerintah saat ini perlu mulai fokus merevitalisasi komoditas perkebunan selain sawit. Oleh sebab itu, dia menyambut baik BPDPKS yang nantinya akan menjadi BPDP dengan tampuk tugas baru guna meningkatkan hasil sektor perkebunan di masing-masing daerah melalui pengelolaan dana.

"Makanya kemarin BPDPKS itu kita akan konversi menjadi BPDP. Pembiayaan perkebunan termasuk di dalamnya kakao, kelapa dan karet. Jadi kalau kita lihat kelapa, karet, kakao ketinggalan sama kelapa sawit, padahal kan ini genre-nya sama," ucap dia beberapa waktu yang lalu.

Baca Juga: BPDPKS dan Aspekpir Indonesia Kenalkan Produk UKMK Sawit untuk Pariwisata di NTB

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, menyambut baik niat pemerintah untuk mulai fokus mengelola komoditas perkebuann selain sawit melalui BPDPKS. Namun, dirinya berharap bahwa penugasan baru itu tidak membuat BPDPKS hilang fokus terhadap komoditas sawit.

Pasalnya, dia mengamati beberapa waktu terakhir kinerja sawit dalam negeri terus mengalami stagnansi.

"Lihat saja, Indonesia pada 5 tahun terakhir, ekspor crude palm oil tidak lebih dari 6 % dari total produksi dalam negeri," ungkap Gulat dalam keterangannya di media, dikutip Warta Ekonomi, Selasa (30/7/2024). 

Kondisi sawit saat ini menurut dia masih perlu dibenahi sana-sini. Apalagi, produktivitasnya turut mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya, tanaman yang sudah tua, iklim, buruknya kualitas bibit, hingga melonjaknya harga pupuk.

Baca Juga: Ingin Hasil Kebun Sawit Melejit? Begini Tips dari Ahlinya

Di sisi lain, upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas melalui peremajaan sawit rakyat (PSR) pun tak pernah mencapai target. Bahkan, dalam tiga tahun terakhir, total lahan yang telah mengikuti program PSR ini baru mencapai 67% dari target 500.000 hektare.

Dengan masih banyaknya tantangan yang perlu segera diselesaikan di komoditas sawit, Gulat menilai tak mudah bagi BPDPKS untuk mengelola komoditas perkebunan lainnya. Apalagi jika nantinya pungutan ekspor (PE) sawit juga akan dibagi-bagi untuk menanggung pengembangan komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa dan kakao.

"Masak kami pekebun harus legowo dimana uang tersebut (PE sawit) digunakan bukan untuk sawit, disaat kebun kami masih babak belur produktivitasnya," ucap Gulat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: