BPOM Sudah Cukup Transparan Terkait Regulasi Bahaya Kandungan BPA
Pakar polimer dari ITB Akhmad Zainal Abidin beberapa waktu lalu mengatakan pelabelan ‘BPA Free’ pada botol PET bisa menyesatkan, menurutnya bahaya sebenarnya bukan hanya BPA.
"Tetapi juga bahan kimia lain seperti etilen glikol. Label harus lebih spesifik," katanya.
Akhmad mengkritisi regulasi BPOM tentang pelabelan galon polikarbonat berbahan BPA karena kurangnya transparansi dalam pelabelan produk, dan kebutuhan mendesak akan informasi yang akurat tentang bahan kimia berbahaya.
Meski ia mengakui adanya potensi bahaya jika kandungan zat berbahaya seperti BPA melebihi ambang batas
"Ada faktor bahaya? Ya kalau jumlahnya itu gede ya ada, tapi kalau jumlahnya kecil ya aman. Tapi sejauh ini, jumlahnya enggak besar," katanya.
Sementara itu, Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Anisyah menyatakan lembaganya punya alasan kesehatan untuk mengetatkan batas aman untuk BPA.
"Jadi, asupan harian (BPA) yang bisa ditoleransi menjadi lebih ketat. Ini salah satu yang melatarbelakangi kenapa kami juga melakukan penilaian ulang terhadap regulasi yang ada," katanya
Ia mencontohkan pengetatan regulasi di Uni Eropa (UE) pada 2011 menetapkan batas migrasi BPA sebesar 0,6 PPM, tetapi pada 2018 justru direvisi dan diperketat jadi semakin rendah di level 0,05 PPM.
Artinya, risiko kontaminasi BPA dari kemasan pangan atau minuman ke produk yang diwadahinya, sudah dianggap sangat berbahaya dan harus dihindari.
Menurut EFSA, BPA yang menjadi campuran plastik kemasan atau wadah dapat bermigrasi ke makanan dan minuman, yang meskipun dalam jumlah kecil tapi dapat membahayakan kesehatan konsumen.
Dibandingkan Indonesia yang masih sangat lunak, Uni Eropa bahkan bertindak lebih keras lagi dari sekadar melabeli AMDK galon berbahan BPA.
Ia menegaskan BPOM sudah cukup transparan dengan memutuskan untuk mengeluarkan regulasi terkait pelabelan bahaya BPA pada galon guna ulang polikarbonat, setelah sebelumnya mendapatkan data tiga kali hasil pemeriksaan pada fasilitas produksi dalam kurun waktu 2021-2022, di mana didapati kadar BPA yang bermigrasi pada air minum dengan jumlah melebihi ambang batas aman 0,6 ppm mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 3,13%, 3,45%, dan 4,58%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement