Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengusaha Truk Indonesia Belum Siap Terapkan Sertifikasi Halal

Pengusaha Truk Indonesia Belum Siap Terapkan Sertifikasi Halal Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Para pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengakui belum siap untuk menerapkan sertifikasi halal pada Oktober 2024 mendatang. Mereka beralasan aturan ini dibuat sangat mendadak dan sosialisasinya pun belum ada.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aptrindo Gemilang Tarigan kepada media baru-baru ini. “Aptrindo dalam hal ini kita terus terang belum siap. Jadi, ini sangat mendadak sekali dan sosialisasinya pun belum ada,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya, pengertian mengenai halal itu bagi pengusaha truk juga masih simpang siur. “Jadi, kita minta supaya itu diundur,” katanya. 

Gemilang menuturkan sangat banyak sistem yang diterapkan pemerintah di dalam dunia usaha trucking ini. Di antaranya sistem manajemen keselamatan (SMK), ada sertifikasi pengemudi, dan sistem sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik (OSS). “Kita harus menghadapi lagi perpajakan. Kita hadapi lagi situasi pasar yang kurang kondusif sekarang ini. Masuk lagi sertifikasi halal. Jadi, kalau menurut saya, anggota kita nggak siap,” tukasnya.

Apalagi, katanya, sertifikasi halal itu harus bayar. “Ini kan masalah halal, kenapa harus bayar. Bayarnya mahal lagi,” ucapnya. 

Aptrindo juga, menurut Gemilang, perlu mengetahui apakah semua pengusaha truk itu perlu mendapat sertifikat halal. “Truk pasir misalnya, apakah perlu sertifikasi halal? Ada juga yang mempertanyakan untuk truk kontainer perlu sertifikat halal juga tidak. Mereka mempertanyakan angkut kontainer itu tidak halalnya di mana? Ini belum ada kejelasan kepada mereka,” ujarnya. 

Makanya, kata Gemilang, Aptrindo minta agar aturan itu ditunda. Hal itu bertujuan agar semua para pelaku usaha truk ini mendapat penjelasan dan mengerti kenapa mereka juga harus diwajibkan memiliki sertifikasi halal. “Jadi, harus ada penjelasan dulu di kita. Jangan ujug-ujug keluarkan peraturan tanpa dijelaskan dulu ke kita, dan langsung kita disuruh harus mengikutinya,” tandasnya.

Seperti diketahui, sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk yang dimaksud berupa barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedang jasa yang dimaksud dalam hal ini meliputi jasa penyembelihan (rumah potong hewan/unggas), jasa pengolahan, jasa penyimpanan, jasa pengemasan, jasa pendistribusian, jasa penjualan (retailer), serta jasa penyajian (restoran/kafe/warung siap saji).

Kewajiban bersertifikat halal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, diatur dengan penahapan di mana masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir 17 Oktober 2024.

Adapun sanksi yang akan diberikan kepada pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikasi halal hingga batas yang sudah ditetapkan berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: