Harvey Moeis Bantah Keterangan Saksi soal Pertemuan dengan Brigjen Mukti Juharsa
Kuasa hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih membantah keterangan karyawan PT Timah, Ali Samsuri yang dihadirkan dalam persidangan. Dalam keterangannya Ali Samsuri memberikan kesaksian bahwa Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa disebut memperkenalkan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT) Harvey Moeis dengan PT Timah Tbk.
Ia meragukan kebenaran terkait dengan keterangan yang disampaikan saksi Ali Samsuri dalam persidangan lanjutan yang digelar Senin (26/8/2024).
Dalam persidangan, Ali Samsuri menyampaikan bahwa ada pertemuan sambil makan bersama, dihadiri oleh pihak aparat Polda Babel dan beberapa pihak swasta serta beberapa pihak PT Timah termasuk dirinya sebagai kepala bagian pengangkutan Belitung Timur.
Ada sejumlah keterangan Ali Samsuri yang menurut Junaedi patut diragukan. Pertama adalah, Ali Samsuri tidak bisa mengingat dengan jelas saat ditanya perihal lokasi pertemuan dilakukan.
"Saksi (Ali Samsuri) kemudian tidak dapat mengingat apa nama restoran, siapa saja yang hadir. Saksi juga tidak mengingat keterangan pihak lain selain dirkrimsus dan Harvey Moeis. Saksi beralasan sudah lupa namun masih ingat ada Harvey Moeis dan masih ingat apa yang dikatakan Harvey Moeis karena Harvey Moeis tampan dan muda sedangkan yang lain sudah sepuh," terang Junaedi.
Baca Juga: Hadirkan 5 Saksi, Ini Fakta yang Diungkap dalam Sidang Lanjutan Korupsi Timah
Fakta ini, lanjut Junaedi, membuat keraguan dan bahkan berpotensi menurunkan kualitas keterangan saksi meskipun yang bersangkutan sudah disumpah sebelum bersaksi.
"Keraguan ini muncul karena yang bersangkutan bahkan tidak dapat mengingat nama restoran tempat bertemu, tidak bisa mengingat pihak lain yang hadir. Alasan yang bersangkutan mengingat persis perkataan Harvey Moeis adalah karena "tampan dan muda" sulit untuk diterima," tegas dia.
Junaedi melanjutkan, aspek lain yang membuat keraguannya semakin kuat adalah karena Ali Samsuri juga bukan pada level pengambil keputusan dan bukan jabatan penentu kebijakan sehingga tidak terlihat relevansi dan urgensi ada komunikasi krusial dengan pihak swasta apalagi aparat.
Baca Juga: Pulihkan Kerugian Indonesia, Kejagung Kembali 'Miskinkan' Harvey Moeis
"Dalam hal aparat yang disebut adalah level direktur, biasanya komunikasi itu dilakukan dengan personil yang memiliki kapasitas setara dan dalam hal ini tentu harus personil pengambil keputusan misalnya direktur juga. berdasarkan fakta persidangan tersebut maka seharusnya kualitas saksi ini diragukan," tegas dia lagi.
Dalam persidangan itu, Harvey Moeis didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 300,003 triliun terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Dalam dakwaan yang ditujukan padanya Harvey disebut bersama dengan sejumlah terdakwa lain, di antaranya seperti crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2018 Suparta, hingga Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2017 Reza Andriansyah.
Harvey dan Helena disebut-sebut menerima Rp 420 miliar. Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 atau 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement