Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

GAPKI: Industri Sawit Sumbang Devisa US$ 9,78 Miliar

GAPKI: Industri Sawit Sumbang Devisa US$ 9,78 Miliar Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Muara Sabak Barat, Tajungjabung Timur, Jambi, Jumat (10/7/2020).Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat permintaan produk sawit dunia mulai bergerak naik yang ditandai naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) pada Juli 2020 menjadi 662 dolar AS per metrik ton dibandingkan bulan sebelumnya yakni 569 dolar AS. | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut jika industri sawit Indonesia telah menyumbang kontribusi pada devisa negara sebesar US$ 9,78 miliar hingga Mei 2024.

"Sampai dengan Mei 2024, kontribusi sawit terhadap devisa negara adalah US$ 9,78% atau di sini setara 10,01% dari ekspor non migas Indonesia," kata Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono dalam Presstour Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian di Belitung, Selasa (27/8/2024).  

Kendati demikian, Eddy menyebut jika kinerja ekspor dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung mengalami penurunan.

Industri sawit di tahun 2021 lalu sempat menyumbang devisa sebesar US$ 34,9 miliar dan naik menjadi US$ 37,7 miliar di tahun 2022. Namun, pada tahun 2023, penurunan terjadi sehingga hanya US$ 29,54 miliar.

"Nah dalam 5 tahun terakhir ini produksi kita juga memang stagnan, dan produktivitasnya tidak begitu menggembirakan," ujar Eddy. 

Baca Juga: GAPKI Jalin Kerja Sama Perluas Pasar Sawit ke Nigeria

Apabila dirinci lebih detail, produksi minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada tahun 2020 hanya mencapai 51.583 ton. Di tahun 2021 turun tipis menjadi 51.300 ton dan pada tahun 2022 turun lagi menjadi 51.248 ton.

Pada tahun 2023, produksi kemudian naik tipis menjadi 54.844 ton dan hingga Mei 2024 lalu produksinya terpantau masih sebesar 22.145 ton.

Dilihat dari jumlah tersebut, Eddy menganggap jika produksi sawit masih perlu ditingkatkan. Salah satu hal yang menjadi penting adalah dengan merealisasikan program replanting atau peremajaan sawit rakyat (PSR).

Hanya saja, pihaknya mengakui jika pelaksanaan replanting di lapangan juga menghadapi banyak kendala seperti tumpang tindih lahan sampai tumpang tindih kebijakan.

"Nah ini kita agak terlambat di sini yang PSR, sehingga produktivitas kita bukannya naik malah justru turun, produksi kita stagnan," pungkasnya.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: