Pemerintah diminta serius mendorong pengembangan bioethanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) untuk mendukung transisi energi. Namun, tantangan terbesar adalah menciptakan pasar dengan harga bioethanol yang terjangkau masyarakat. Hal ini disampaikan oleh ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad.
"Dengan meningkatnya tuntutan peduli lingkungan yang kuat, pengembangan bioethanol harus tetap dilakukan. Tetapi, marketnya harus dicari dulu. Nah, dalam kondisi creating market, salah satunya adalah dengan harga yang terjangkau masyarakat. Kalau harga bioethanol terlalu mahal, lama-lama masyarakat kosong. Tak ada yang mau beli," kata Tauhid saat berbicara kepada media, Sabtu (21/12/2024).
Menurut Tauhid, Pemerintah harus mengambil langkah konkret, termasuk meniadakan pajak untuk ethanol yang digunakan sebagai BBN. Selain itu, subsidi dan insentif lainnya perlu diberikan guna memastikan harga bioethanol tetap kompetitif. "Kalau pemerintah mau serius, ya harus berkorban," tegasnya.
Baca Juga: Pembangunan Pabrik Bioethanol, Dinilai Jadi Langkah Penting PNRE
Langkah lain yang disarankan Tauhid adalah mendorong lingkungan bisnis untuk menggunakan BBN. Ia mencontohkan bahwa perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat ESG (Environmental, Social, Governance) dapat diarahkan untuk menggunakan bioethanol pada kendaraan operasional mereka. Dengan demikian, pasar bioethanol akan berkembang lebih cepat.
Tauhid juga menyoroti pentingnya diversifikasi bahan baku untuk menekan biaya produksi. "Bisa saja diversifikasi, asal perhitungan ekonominya masuk. Selain itu, pabrik etanolnya tidak jauh dari lahan bahan baku sehingga biaya transportasi juga bisa ditekan," imbuhnya.
Sementara itu, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan komitmen penuh dalam pengembangan bioethanol. Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM, Efendi Manurung, menyebut bahwa dukungan akan diberikan mulai dari tahap hulu, seperti pembibitan tebu dan pemupukan, hingga tahap produksi.
"Keseriusan itu artinya, harganya bisa kita tekan kalau kita berikan dukungan mulai dari hulu, pembibitan, pemupukan, unit produksi, dan sebagainya. Sehingga nanti di produk akhir, harganya bisa lebih kompetitif dengan harga BBM fosil yang disubsidi," ujar Efendi dalam sebuah diskusi publik di Jakarta.
Menurut Efendi, subsidi akan diberikan di setiap tahapan proses hingga bioethanol mencapai harga keekonomian saat masuk ke pasar. Pemerintah juga membuka peluang untuk masukan dari riset maupun para ahli terkait inovasi bioethanol generasi kedua dan ketiga. "Kita masih mendorong riset-riset bioethanol generasi kedua, ketiga, dan seterusnya," tambahnya.
Dukungan ini diperkuat oleh pernyataan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi. Ia memastikan bahwa ethanol yang digunakan untuk bahan bakar tidak akan dikenakan cukai. "Jadi kemarin dengan Kementerian Keuangan, masalah cukai itu kalau digunakan untuk fuel sudah jelas nggak, tanpa cukai," tegas Eniya.
Pengembangan bioethanol dinilai sebagai langkah strategis untuk mendukung agenda transisi energi dan menciptakan pasar hijau yang lebih inklusif. Namun, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci agar langkah ini dapat terealisasi secara optimal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement