Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan rasa tersinggungnya terhadap World Bank yang memberikan penilaian kurang baik terkait pengelolaan pajak Indonesia.
“Sebenarnya waktu World Bank datang ke kantor saya, tiga minggu yang lalu, dia kasih presentasi, mengatakan Indonesia salah satu negara yang koleksi pajaknya paling jelek. Kita disamakan sama Nigeria ya waktu itu, saya agak tersinggung juga itu, kok iya, saya ke Nigeria dua kali,” ujar Luhut, di Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Meski merasa terganggu dengan penilaian tersebut, Luhut menjelaskan bahwa Indonesia sedang merancang layanan digital pemerintah atau government technology (govtech) yang diharapkan rampung pada Agustus 2025. Menurutnya, pengalaman mengembangkan aplikasi PeduliLindungi bisa menjadi pelajaran penting dalam membangun ekosistem govtech yang terintegrasi.
Baca Juga: GovTech Jadi Proyek Rp1.500 Triliun Luhut yang Diharapkan Jadi Game Changer Indonesia
“PeduliLindungi itu dibuat anak-anak Indonesia, jadi kita bukan impor itu barang. Kita hampir tidak ada keluar uang di situ. Tapi dengan aplikasi PeduliLindungi ini, kita bisa tadi mengontrol perpindahan penduduk dan keamanan satu gedung, satu daerah yang mengurangi penyebaran COVID-19 waktu itu. Pengalaman itu adalah PeduliLindungi punya 150 juta yang terdaftar di dalam dan itu sampai hari ini masih jalan,” jelasnya.
Selain PeduliLindungi, Luhut juga menyoroti keberhasilan sistem digital lainnya, seperti Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA). Diluncurkan pada 2022, SIMBARA telah berkontribusi meningkatkan penerimaan negara hingga 40%.
Baca Juga: 40 Investor Asing Siap Serbu RI, Luhut Beri Peringatan Keras ke Kementerian dan Lembaga
Luhut menambahkan bahwa reformasi digital dan pengelolaan pajak yang baik memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Nah ini semua kita tata nih, kita urut ini semua masalah, identifikasi semua masalah ini. Nah oleh itu World Bank bilang, eh kalau kalian bisa kolek pajak di bawah ini dengan benar, kalian akan bisa mendapat 6,4% dari GDP kalian. Itu equivalent kepada kira-kira 1.500 triliun,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement