
Industri Asia diperkirakan akan semakin tertekan setelah sebelumnya terkena dampak pelemahan ekonomi dari China. Hal ini tidak terlepas dari faktor baru, yakni kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Kepala Ekonom Emerging Market Dai-ichi Life Research Institute, Toru Nishihama mengungkapkan bahwa terdapat kewaspadaan dalam sikap pengusaha menyusul kebijakan tarif yang ikut diterapkan oleh Trump ke China.
Baca Juga: Ancaman Perang Dagang, Volkswagen Optimistis Trump Bisa Dinegosiasi Soal Kebijakan Tarif
"Ada kehati-hatian di antara perusahaan-perusahaan Asia terkait ancaman tarif Trump. Produsen juga tidak yakin dengan prospek China, di mana konsumsi kemungkinan tidak akan meningkat banyak karena meningkatnya pengangguran di kalangan generasi muda," kata Toru, dilansir dari Reuters, Senin (3/2).
Industri Asia dipekirakan akan terkena dampak yang signifikan dari hal tersebut mengingat sebagian bergantung besar terhadap China. Pembuat kebijakan juga akan dituntut memutar otak untuk menopang perekonomian mereka, apalagi mereka yang banyak bergantung pada konsumsi dari China.
Sebelumnya, China mencatatkan penurunan aktivitas industri di Januar 2025. Tingkat penyerapan tenaga kerja juga turun dengan kecepatan tercepat dalam hampir lima tahun karena ketidakpastian perdagangan meningkat. Hal ini menunjukkan aktivitas manufaktur dalam ekonomi terbesar kedua dunia itu secara tak terduga menyusut pada bulan Januari.
Dampak hal tersebut ikut dirasakan oleh Jepang. Aktivitas industri negara tersebut ikut turun pada bulan yang sama dengan kepercayaan bisnis mencapai level terendah dalam lebih dari dua tahun.
Sementara aktivitas manufaktur Korea Selatan mengembang sedikit pada bulan Januari, aktivitas di Taiwan dan Filipina juga melambat karena prospek perdagangan global yang semakin suram.
Baca Juga: Dorong Karyawan Undur Diri, Google Berikan Sinyal Akan Lakukan PHK
"Tarif Trump juga dapat mempercepat inflasi AS dan menjaga dolar tetap kuat, yang akan memberikan tekanan pada mata uang Asia yang sedang berkembang. Ketika perdagangan global menyusut, hal itu tidak akan membawa banyak manfaat bagi produsen Asia," jelas Toru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement