- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Agronomi
Ancaman Ganoderma Belum Usai, Pemerintah Dorong Inovasi Benih Sawit Tahan Penyakit

Industri kelapa sawit nasional masih menghadapi ancaman serius dari penyakit Ganoderma. Meski telah lama diwaspadai, penyakit ini masih menjadi momok bagi sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Direktur Perbenihan Perkebunan, Ebi Rulianti, mengungkapkan bahwa permasalahan Ganoderma masih belum terselesaikan. Hal ini disampaikannya dalam acara 2nd International Symposium Ganoderma Conference and Exhibition (ISGANO) 2025 yang digelar di Bandung.
“Saat saya kuliah dulu, Ganoderma sudah menjadi perhatian utama. Sekarang, ketika saya menjabat sebagai Direktur Perbenihan Perkebunan, masalahnya masih sama,” ujar Ebi saat membuka acara tersebut, Kamis (6/2/2025).
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah telah melepas 10 varietas benih kelapa sawit yang memiliki ketahanan moderat terhadap Ganoderma. Namun, harga benih yang lebih tinggi dibandingkan benih biasa masih menjadi kendala utama bagi para petani untuk beralih.
Baca Juga: Dinilai Bisa Ganggu Investasi, Pakar Soroti Aturan Plasma Sawit 30 Persen
Saat ini, harga benih siap salur mencapai Rp60.000 per batang, yang masih dianggap mahal oleh sebagian petani. Padahal, benih tahan Ganoderma memiliki umur lebih panjang hingga 30 tahun, sehingga lebih menguntungkan dalam jangka panjang.
Pemerintah juga tengah mendorong pemuliaan benih sawit tahan Ganoderma dengan meneliti sumber daya genetik dari Tanzania. Proyek ini didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dengan beberapa ratus aksesi dari Tanzania saat ini masih dalam tahap karantina dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada Maret 2025.
“Di Tanzania, ada kelapa sawit yang sudah berusia 40 tahun tetapi produktivitasnya masih tinggi. Ini bisa menjadi sumber genetik yang penting untuk pemuliaan benih sawit tahan penyakit,” jelas Ebi.
Selain ancaman Ganoderma, industri sawit juga menghadapi penurunan kinerja serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus. Pemerintah saat ini tengah mengupayakan masuknya serangga penyerbuk baru, meski proses perizinan dari Menteri Pertanian masih berlangsung.
Tantangan lain yang tak kalah besar adalah maraknya peredaran benih sawit ilegal. Benih ilegitim semakin banyak ditemukan di berbagai lokapasar, padahal 21 produsen kecambah resmi tidak pernah menjual produknya melalui platform tersebut.
“Produksi kecambah dari produsen resmi hanya sekitar 200.000 butir, tetapi kecambah ilegal yang beredar di pasaran mencapai 80 juta butir, atau hampir 40% dari total pasar,” ungkap Ebi.
Baca Juga: Kemitraan Sawit Jadi Kunci Kesejahteraan Petani di Tengah Dinamika Kebijakan
Untuk menanggulangi peredaran benih ilegal, Ditjen Perkebunan telah membentuk gugus tugas yang bekerja sama dengan asosiasi lokapasar dan Kementerian Perdagangan. Langkah ini berhasil menurunkan kata kunci dan tautan penjualan benih ilegal, mencegah potensi kerugian hingga Rp85 miliar.
Guna memastikan petani mendapatkan benih berkualitas, pemerintah juga meluncurkan aplikasi Babebun, yang memungkinkan petani mengecek daftar penangkar benih resmi yang telah memiliki izin dan lulus uji kompetensi.
Meskipun pada tahun ini pemerintah masih berfokus pada swasembada pangan dan ekspor, industri kelapa sawit tetap menjadi prioritas sebagai penyumbang devisa terbesar negara. Bahkan, perusahaan perkebunan sawit dilibatkan dalam program penanaman padi gogo untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Dengan berbagai langkah yang dilakukan, pemerintah berharap industri kelapa sawit Indonesia semakin kuat, baik dari segi produktivitas maupun daya tahan terhadap ancaman penyakit. Namun, tantangan besar masih harus dihadapi, terutama dalam meningkatkan kesadaran petani terhadap pentingnya penggunaan benih unggul dan mencegah peredaran benih ilegal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement