Sidang Lanjutan Kasus Wanprestasi Waralaba Restoran di Lampung, Kuasa Hukum Tedy Agustiansjah Pertanyakan Bukti Aliran Dana Rp17 Miliar

Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Lampung, melanjutkan sidang kasus wanprestasi yang melibatkan pengusaha asal Jakarta, Tedy Agustiansjah, pada Jumat (14/3/2025) siang.
Kuasa hukum Tedy, Natalia Rusli, menjelaskan bahwa agenda sidang hari ini adalah proses pembuktian dari pihak penggugat, yaitu Hadi Wahyudi, serta tergugat 1 (Titin) dan tergugat 2 (Andi Mulya Halim).
Natalia menyatakan bahwa penggugat, Hadi Wahyudi, memberikan bukti-bukti yang dinilai tidak relevan dengan pokok perkara, yaitu kegagalan pembangunan restoran Bebek Tepi Sawah di Bandar Lampung.
Selain itu, Natalia menambahkan bahwa tergugat 1 (Titin) dan tergugat 2 (Andi Mulya Halim) selaku perwakilan PT Mitra Setia Kirana, tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran untuk pembangunan restoran tersebut kepada CV Hasta Karya Nusapala, yang diwakili oleh penggugat.
"CV Hasta Karya Nusapala, yang dimiliki oleh Hadi Wahyudi dan Andi Mulya Halim, mengklaim telah menyerahkan dana sebesar Rp 17 miliar. Namun, tidak ada bukti transfer yang sah, hanya dua lembar dokumen yang menyatakan hal tersebut," ujar Natalia pada Jumat.
Natalia juga mempertanyakan hal tersebut kepada kuasa hukum penggugat selama persidangan untuk memastikan apakah benar ada aliran dana dari PT Mitra Setia Kirana ke CV Hasta Karya Nusapala.
Kuasa hukum penggugat menjawab bahwa tidak ada bukti transfer, hanya dokumen ketikan yang diserahkan sebagai bukti.
Menurut Natalia, bukti yang diajukan oleh tergugat 1 dan 2, yaitu Titin dan Andi Mulya Halim, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, dalam gugatan wanprestasi, harus ada bukti konkret berupa pekerjaan yang telah dilakukan dan pembayaran yang telah ditransfer.
"Penerima pekerjaan harus mampu menunjukkan progres pembangunan sesuai kontrak, serta membuktikan adanya pembayaran kepada kontraktor. Hal ini tidak dapat dibuktikan dalam kasus ini," jelas Natalia.
Natalia juga mengungkapkan adanya rekaman suara Hadi Wahyudi yang diduga menunjukkan rencana untuk mengambil keuntungan sebesar Rp 42 miliar dari kliennya. Namun, karena rencana tersebut tidak berjalan sesuai harapan, Hadi Wahyudi bersama tergugat 1 dan 2 hanya berhasil mendapatkan Rp 16 miliar.
Selain itu, Natalia menyatakan bahwa Hadi Wahyudi sebenarnya hanya menerima komisi karena dijadikan sebagai figur pemilik CV Hasta Karya Nusapala. Padahal, berdasarkan fakta yang ditemukan, CV Hasta Karya Nusapala sebenarnya dimiliki oleh Andi Mulya Halim, bukan Hadi Wahyudi.
"Hadi Wahyudi juga mengakui dalam rekaman suara bahwa mereka berencana mengambil keuntungan sebesar Rp 42 miliar. Namun, mereka baru menerima Rp 16 miliar, dan kini berusaha mengambil tanah milik klien kami," tambah Natalia.
Sementara itu, kuasa hukum Tedy lainnya, Farlin Marta, menambahkan bahwa mereka memiliki bukti rekaman suara Hadi Wahyudi yang mengakui adanya manipulasi dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari Rp 38 miliar menjadi Rp 42 miliar.
Oleh karena itu, pihak Tedy menduga bahwa penggugat, Hadi Wahyudi, bekerja sama dengan tergugat 2, Andi Mulya Halim, untuk mengambil alih tanah milik klien mereka.
"Mereka mengajukan gugatan wanprestasi bernomor 167/Pdt.G/2024/PN Tjk dengan memohon sita jaminan terhadap tanah milik tergugat III. Kami berharap majelis hakim menolak gugatan ini," tegas Farlin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement