Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Bersaing Ketat dengan Vietnam, Saatnya FDI Tak Cuma Market-Seeking

Indonesia Bersaing Ketat dengan Vietnam, Saatnya FDI Tak Cuma Market-Seeking Kredit Foto: Unsplash/UX Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia harus segera keluar dari jebakan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang hanya bersifat market-seeking. Seruan ini mengemuka dalam peluncuran policy brief terbaru bertajuk “Revolutionizing FDI Policy Towards Equitable Growth in Indonesia” yang diselenggarakan oleh Center for Market Education (CME) bersama Universitas Prasetiya Mulya di kampus BSD, 10 April 2025.

Dalam forum diskusi panel yang digelar bersamaan dengan Business Economics Conference (BEC) 2025, para pakar dan pelaku industri sepakat bahwa Indonesia perlu bertransformasi menjadi tujuan investasi yang lebih kompetitif dan produktif. Saat ini, kontribusi FDI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih di bawah 2%, jauh tertinggal dibanding Vietnam yang telah menembus angka 4–5%.

“Negara tetangga sudah menjemput bola, Indonesia jangan sampai ketinggalan. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mendorong masuknya arus investasi asing. Tidak hanya fokus kepada tujuan jangka panjang, tetapi juga capaian jangka pendek yang bisa diraih melalui deregulasi yang tepat sasaran,” ujar Alvin Desfiandi, akademisi Universitas Prasetiya Mulya sekaligus Chief Economist CME yang juga menjadi salah satu penulis kajian, dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (16/4/2025). 

Baca Juga: Tarif AS Naik, Vietnam dan China Teken 45 Perjanjian Dagang

Alvin menyoroti dominasi investasi market-seeking di Indonesia, yaitu jenis investasi yang hanya mengandalkan pasar domestik tanpa mendorong peningkatan produktivitas maupun ekspor. Ia menyebut model ini cenderung menghasilkan pertumbuhan rendah dan menciptakan lapangan kerja dengan upah yang stagnan.

Sebaliknya, Indonesia perlu mendorong masuknya FDI berorientasi efisiensi (efficiency-seeking) yang fokus pada optimalisasi produksi dan daya saing. Hal ini diyakini dapat memperkuat fondasi industri dan memperluas dampak ekonomi secara lebih merata, mulai dari sektor UMKM hingga rantai pasok lokal.

Data terkini menunjukkan bahwa Asia Tenggara justru mencatatkan lonjakan FDI sebesar 92% dari US$120 miliar pada 2015 menjadi US$230 miliar pada 2023, saat tren global mengalami penurunan tajam 33%. Momentum ini menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk memperbaiki struktur kebijakan investasinya.

Baca Juga: Lawan Tarif Trump, Xi Jinping Dekati Vietnam

Dari sisi regulasi, Safita Narthfilda dari TRILEXICA at Law menekankan perlunya inovasi dalam proses perizinan melalui skema regulatory sandbox. Inisiatif ini dinilai mampu mempercepat adaptasi kebijakan terhadap kebutuhan pelaku usaha, termasuk sektor teknologi dan finansial, agar Indonesia tidak tertinggal dalam persaingan menarik investor.

“Inisiatif ini penting agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain di tengah kompetisi ketat dalam menarik investasi global, khususnya di tengah konflik geopolitik,” ujar Safita.

Peluncuran policy brief ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Mochamad Pasha dari Bank Dunia, Samuel Houten dari Bank UOB Indonesia, dan Dhedy Adi Nugroho dari Coca-Cola Europacific Partners Indonesia. Diskusi dipandu oleh Alfian Banjaransari, CME Country Manager Indonesia yang juga turut menjadi penulis kajian.

Para panelis menekankan bahwa reformasi FDI yang inklusif, efisien, dan adaptif akan menentukan apakah Indonesia mampu naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi sesuai visi Indonesia Emas 2045, atau justru tertinggal dari para pesaing regional seperti Vietnam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: