Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Isu merger antara dua raksasa transportasi online, Grab Holdings Ltd. dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), kembali memanas. Rumor yang menyebut pembicaraan kedua belah pihak semakin intensif dengan target kesepakatan pada 2025 itu menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, mulai dari asosiasi pengemudi ojek online hingga pengamat ekonomi digital.
Koalisi Ojol Nasional (KON) menyampaikan penolakan tegas terhadap rencana merger yang dinilai berpotensi menciptakan monopoli pasar transportasi daring. Ketua Presidium Nasional KON, Andi Kristiyanto, menilai penggabungan Grab dan Gojek bisa menurunkan kesejahteraan pengemudi, menyulitkan mitra untuk bertahan, dan bahkan memicu gelombang pengangguran baru.
“Apabila merger terjadi, maka potensi monopoli di layanan transportasi online sangat besar. Ini berbahaya karena bisa mematikan perusahaan aplikasi lain dan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Andi dalam pernyataannya, Sabtu (10/5).
Baca Juga: GoTo Bantah Sudah Ada Kesepatakan dengan Grab
KON juga memperingatkan bahwa dominasi pemain tunggal di pasar akan memungkinkan perusahaan menetapkan tarif lebih tinggi bagi konsumen, memperbesar potongan komisi dari pengemudi, serta menurunkan daya tawar mitra ojol. KON mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan pemerintah agar mencegah terjadinya merger ini.
Nada serupa dilontarkan oleh Nailul Huda, pengamat ekonomi digital dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), yang mempertanyakan urgensi aksi korporasi tersebut. Menurutnya, merger seharusnya didasarkan pada kebutuhan strategis, bukan semata-mata untuk ekspansi.
"Kalau merger kan selalu ada kebutuhan ya. Kebutuhannya apa sih? Dulu dua unicorn kita merger karena mau menambah valuasinya. Nah ini yang kita lihat motifnya apa? Kalau merger gimana?" ujar Huda.
Kritik juga datang dari Piter Abdullah, pengamat ekonomi dari Segara Institute. Ia menilai, merger justru bisa memperbesar dominasi pemain asing di industri teknologi digital nasional. “Dari empat pemain besar itu, satu kita anggap sebagai pemain lokal, tiga itu asing. Dan asing ini dia menguasai pasar global,” ujarnya.
Menurut Piter, pemerintah harus berperan aktif sebagai wasit agar kompetisi tetap sehat. Ia menambahkan, merger umumnya dilakukan untuk memperluas ekosistem atau lini usaha, tetapi dalam kasus Grab dan Gojek yang berada di lini serupa, potensi oligopoli menjadi ancaman serius.
Baca Juga: GoTo dan Grab akan Merger, Ini Dampak yang Menghantuinya!
Sementara itu, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) telah memberikan klarifikasi atas spekulasi yang berkembang. Sekretaris Perusahaan GoTo, RA Koesoemohadiani, menyampaikan bahwa pihaknya memang menerima sejumlah penawaran dari berbagai pihak.
“Perseroan hendak memberikan klarifikasi bahwa dari waktu ke waktu Grup menerima penawaran-penawaran dari berbagai pihak,” ujar Koesoemohadiani dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/5).
Ia menegaskan bahwa penawaran tersebut dievaluasi secara menyeluruh dengan memperhatikan nilai jangka panjang bagi pemegang saham serta kepentingan mitra pengemudi, mitra UMKM, pelanggan, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya. Hingga keterbukaan informasi pada 7 Mei 2025, belum ada kesepakatan merger yang disepakati oleh perseroan.
“Sebagaimana telah kami jelaskan pada keterbukaan sebelumnya tertanggal 19 Maret 2025, belum ada kesepakatan antara Perseroan dengan pihak manapun untuk melakukan transaksi sebagaimana telah dispekulasikan di media massa,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement