
Harga minyak global melonjak tajam pada perdagangan akhir pekan di Jumat (13/6). Israel dan Iran saling melancarkan serangan udara, memicu kekhawatiran investor terhadap potensi gangguan besar terhadap ekspor minyak dari Timur Tengah.
Dilansir dari Reuters, Senin (16/6), Minyak mentah Brent ditutup naik 7,02% menjadi US$74,23. Sementara West Texas Intermediate (WTI) melonjak 7,62% ke US$72,98. Kenaikan ini juga dibarengi dengan pergerakan intraday terbesar untuk kedua acuan sejak tahun 2022.
Israel telah menyerang sejumlah fasilitas nuklir, pabrik rudal balistik, dan posisi militer dari Iran. Serangan ini disebut sebagai awal dari operasi militer jangka panjang untuk mencegah musuhnya membangun senjata nuklir.
Iran di sisi lain membalas dengan menjanjikan respons keras, dan tak lama setelah perdagangan ditutup, sejumlah rudal Iran dilaporkan menghantam bangunan serta menimbulkan ledakan di Israel.
Adapun Perusahaan Nasional Penyulingan dan Distribusi Minyak Iran menyatakan bahwa fasilitas penyimpanan dan penyulingan tidak mengalami kerusakan dan tetap beroperasi normal.
Saat ini, Iran memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari dan mengekspor lebih dari 2 juta barel minyak dan bahan bakar setiap harinya.
Ketegangan juga menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pengiriman melalui Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang menjadi penghubung utama ekspor minyak dari negara-negara Teluk seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, dan Iran.
"Sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia, atau sekitar 18 hingga 19 juta barel per hari, melewati Selat Hormuz setiap harinya," kata Rabobank.
Baca Juga: Produksi Migas PHE Tumbuh Rata-Rata 5% per Tahun dalam Tiga Tahun Terakhir
Rabobank juga menambahkan bahwa hingga kini, serangan Israel belum menyasar infrastruktur energi utama Iran, termasuk Pulau Kharg, terminal ekspor minyak yang menangani sekitar 90% ekspor minyak mentah Iran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement