
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menegaskan bahwa perdagangan harus menjadi instrumen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada rakyat dan lingkungan. Hal ini ia sampaikan dalam sambutan peluncuran Laporan Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan Indonesia 2025 di CSIS, Jakarta.
“Di tengah tantangan global, perdagangan tidak boleh sekadar mengejar angka ekonomi. Ia harus menjamin udara bersih, air bersih, dan mendukung keberlanjutan sesuai standar pasar global,” ujarnya.
Laporan tersebut, kata Roro, menjadi contoh penting dari kebijakan berbasis bukti (*evidence-based policy*) yang sangat dibutuhkan di tengah ketidakpastian global. Ia menilai pergeseran sistem perdagangan dunia menuntut Indonesia untuk responsif dan menempatkan prinsip keberlanjutan sebagai pijakan utama pembangunan.
Baca Juga: Mendag Apresiasi Pertamina Patra Niaga Atas Peningkatan Akurasi Takaran LPG 3 Kg dengan Standar BDKT
Roro juga menyoroti transisi menuju perdagangan rendah karbon seiring meningkatnya permintaan global terhadap produk hijau. Ia menegaskan bahwa transisi energi bukan lagi pilihan, tetapi keharusan.
“Transisi energi adalah langkah strategis untuk menghadapi perubahan iklim dan krisis energi. Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca secara signifikan, sesuai target Perjanjian Paris,” tegasnya.
Ia memaparkan berbagai strategi menuju netral karbon (NZE), mulai dari elektrifikasi, efisiensi energi, penggunaan kendaraan listrik, hingga pengembangan teknologi penyimpanan karbon. Seluruh langkah ini, menurutnya, sangat relevan dengan arah kebijakan perdagangan yang lebih hijau dan inklusif.
Laporan dari World Economic Forum 2024 menempatkan Indonesia di peringkat ke-54 dari 120 negara dalam indeks kesiapan transisi energi—peringkat ketiga tertinggi di ASEAN setelah Vietnam dan Malaysia.
Dalam sambutannya, Roro juga menyinggung tantangan global yang memengaruhi perdagangan, termasuk konflik geopolitik dan proteksionisme berbasis isu lingkungan. Ia menambahkan bahwa Indonesia tetap mencatat pertumbuhan ekonomi 4,87% (YoY) pada triwulan I-2025, dengan konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama.
Ia juga menekankan bahwa arah perdagangan berkelanjutan sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk ketahanan energi bersih, pengembangan energi terbarukan, dan kemitraan internasional. Implementasi visi tersebut, menurutnya, terlihat dalam perjanjian dagang Indonesia-Kanada (ICA-CEPA) yang memuat komitmen khusus di sektor mineral kritis, investasi ramah lingkungan, serta standar ESG.
Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri menyebut laporan ini sebagai salah satu laporan unggulan CSIS yang rutin diterbitkan dan menjadi rujukan penting dalam perumusan kebijakan perdagangan nasional.
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional Olvy Andrianita menambahkan bahwa tantangan utama saat ini adalah membangun sistem perdagangan yang adil dan inklusif, khususnya bagi UMKM. “Perdagangan tak lagi hanya soal tarif dan ekspor. Ini soal kepatuhan terhadap regulasi global, penurunan emisi, dan posisi dalam rantai pasok dunia,” ujarnya.
Acara peluncuran laporan juga menghadirkan pembicara dari sektor kebijakan iklim dan dunia usaha, termasuk perwakilan World Resources Institute (WRI) Indonesia, PT Gunung Raja Paksi Tbk, serta DfD Lab.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Istihanah
Editor: Istihanah
Tag Terkait:
Advertisement