Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonom Nilai MBG Tak Picu Kenaikan Harga Pangan

Ekonom Nilai MBG Tak Picu Kenaikan Harga Pangan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kekhawatiran publik bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) memicu kenaikan harga pangan dinilai tidak beralasan. Program prioritas pemerintah tersebut justru dianggap berpotensi menekan praktik spekulasi, menjaga stabilitas harga, serta memperkuat rantai pasok pangan nasional melalui keterlibatan langsung petani dan peternak.

Ekonom sekaligus Mantan Direktur Program Magister Manajemen FEB UI, Harryadin Mahardika, menyatakan bahwa kehadiran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program MBG membuka jalur distribusi baru yang lebih langsung dari produsen ke konsumen. Skema ini dinilai mengurangi ketergantungan petani dan peternak pada tengkulak.

“Sebelum program MBG berjalan, petani dan peternak tidak punya mekanisme untuk bisa langsung berdagang ke masyarakat. Mereka harus selalu menjual produk mereka ke tengkulak, distributor, dan ini artinya harga gampang dipermainkan spekulan. Justru menurut saya para spekulan agak sulit mempermainkan harga lagi. Karena produk peternak dan petani bisa langsung dibeli SPPG. Jadi opsi bagi petani dan peternak lebih banyak,” ujarnya.

Baca Juga: Program MBG Dinilai Dorong Pola Makan Seimbang Anak

Menurut Harryadin, kekhawatiran lonjakan permintaan pangan akibat MBG tidak sepenuhnya tepat. Dengan pola serapan yang terencana dan terdistribusi melalui SPPG, permintaan justru lebih terukur dan tidak menimbulkan kepanikan pasar.

Program MBG juga tetap berjalan selama masa libur sekolah. SPPG terus mendistribusikan paket makanan bernutrisi kepada penerima manfaat sebagai bagian dari komitmen pemenuhan gizi anak secara berkelanjutan.

Guru Besar Bidang Ilmu Politik dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Sri Yunanto, menilai kritik bahwa pelaksanaan MBG saat libur sekolah hanya bertujuan menghabiskan anggaran sebagai pandangan yang keliru. Ia menegaskan bahwa intervensi gizi merupakan kebijakan jangka panjang.

“Pemenuhan gizi tidak boleh terputus hanya karena kalender akademik, demi memastikan investasi SDM menuju Indonesia Emas 2045 tetap terjaga,” tegasnya seperti dikutip Antara.

Baca Juga: Bukan Sekadar Logistik, MBG Program Investasi Penguatan SDM

Selain aspek gizi dan stabilitas pangan, MBG juga berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Ribuan dapur SPPG melibatkan tenaga kerja lokal dan relawan yang secara langsung menggerakkan ekonomi daerah.

“SPPG itu keberkahan dan manfaatnya untuk banyak orang. Termasuk untuk pegawai yang ada di sana. Ini akan memutar perekonomian,” tambah Harryadin.

Berdasarkan data per 24 Desember, terdapat 17.555 SPPG yang beroperasi di 38 provinsi dan telah melayani lebih dari 50 juta penerima manfaat. Jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung mencapai 741.985 orang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: