Cerita Dahlan Iskan, Memilih Tanggal Lahir Sendiri dan Perjalanannya di Dunia Media hingga Politik
Kredit Foto: Instagram/Dahlan Iskan
Lahir pada 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur, Dahlan Iskan tumbuh dalam kondisi serba terbatas. Diceritakan hanya memiliki satu setel pakaian dan tanpa sepatu di bangku SD, ia menjalani masa kecil yang keras.
Orangtua Dahlan disebut tidak ingat tanggal berapa anaknya itu dilahirkan. Oleh karena itu, Dahlan akhirnya memilih tanggal 17 Agustus sebagai tanggal lahirnya karena mudah diingat seperti peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
Dahlan yang aktif sebagai aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) semasa remaja itu akhirnya terjun ke dunia jurnalistik. Ia memulai karir wartawan pada tahun 1975 di sebuah koran kecil di Samarinda. Setahun kemudian, ia bergabung dengan Majalah Tempo dan dipercaya menjadi Kepala Biro Tempo untuk wilayah Jawa Timur. Namun titik baliknya muncul pada 1982, ketika ia dipercaya untuk menyelamatkan Jawa Pos yang saat itu hampir gulung tikar.
Dengan oplah hanya 6.000 eksemplar, Dahlan memberanikan diri untuk mengubah Jawa Pos menjadi koran pagi pertama di Surabaya. Meski dianggap nekat, strategi ini sukses besar lima tahun kemudian, oplahnya melonjak menjadi 300.000 eksemplar dan omset meningkat 20 kali lipat.
Tak berhenti di situ, ia mendirikan Jawa Pos News Network (JPNN), jaringan media raksasa dengan lebih dari 130 surat kabar, tabloid, dan majalah serta 40 percetakan yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada 1997, ia mendirikan Graha Pena di Surabaya dan Jakarta sebagai simbol kejayaan media lokal.
Dahlan juga memperluas pengaruhnya ke dunia penyiaran dengan mendirikan JTV (2002), lalu Batam TV dan Riau TV. Ia pun terjun ke infrastruktur digital dengan menjadi Komisaris PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) dan memulai proyek Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) sepanjang 4.300 km dari Surabaya ke Hong Kong.
Baca Juga: Akar dan Ranting Kerajaan Bisnis Keluarga Haji Isam di BEI
Prestasinya di dunia media dan bisnis membuat pemerintah meliriknya. Pada Desember 2009, Dahlan ditunjuk sebagai Direktur Utama PT PLN. Ia mencetuskan program Sehari Sejuta Sambungan, membangun PLTS di puluhan pulau terpencil, dan mencanangkan target bebas “byar pet” di seluruh Indonesia dalam waktu enam bulan. Kiprahnya di PLN dinilai berhasil mengubah wajah layanan kelistrikan nasional.
Pada 17 Oktober 2011, Dahlan dilantik menjadi Menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar. Meski berat meninggalkan PLN, ia menerima tugas ini dengan tanggung jawab besar. Di Kementerian BUMN, Dahlan melakukan restrukturisasi aset dan efisiensi perusahaan negara. Ia juga mendukung penuh pengembangan mobil listrik nasional, termasuk dengan mengembangkan prototipe seperti Tucuxi, Selo, dan Arimbi.
Namun, tak semua upayanya berjalan mulus. Dahlan menghadapi tantangan dalam membawa lima BUMN melakukan IPO dan menghadapi kritik terkait pengadaan mobil listrik. Meskipun begitu, publik tetap mengenangnya sebagai menteri yang berani, bersih, dan penuh semangat perubahan.
Sejak keluar dari Jawa Pos Group pada 2018, Dahlan kembali menulis. Ia mendirikan media DISWAY (Dahlan Iskan Way) sebagai bentuk semangat jurnalistiknya. Pada 2020, di tengah pandemi, ia juga mendirikan Harian Disway, yang terbit dalam bentuk cetak dan online.
Tahun ini, nama Dahlan Iskan dikaitkan dengan kasus hukum
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement