Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

ESDM Respons Kasus Tambang Ilegal di IKN: Bukan Kewenangan Kami

ESDM Respons Kasus Tambang Ilegal di IKN: Bukan Kewenangan Kami Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), buka suara terkait pengungkapan kasus tambang batubara ilegal di  kawasan Taman Hutan Raya Soeharto, Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur yang merugikan negara sebesar Rp 5,7 triliun.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengatakan permasalahan tambang ilegal merupakan kewenangan dari aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia. 

Sedangkan, Kementerian ESDM hanya memiliki kewenangan untuk mengawasi tambang yang memiliki izin atau izin usaha pertambangan (IUP).

Baca Juga: Bareskrim Bongkar Tambang Batu Bara Ilegal di IKN, Kerugian Capai Triliunan

"Kalau tidak ada izinnya kan bukan merupakan domain kami, itu aparat penegak hukum," ujar Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (18/7/2025).

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap pertambangan batu bara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya Soeharto, Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur.

Dirtipidter Bareskrim Polri, Nunung Syaifuddin, mengatakan kegiatan penambangan ilegal yang berlangsung sejak 2016 berpotensi merugikan negara sebesar Rp 5,7 triliun. 

Baca Juga: Bahlil Setuju Bea Keluar Batu Bara, Tapi Ada Syarat

Dia mengatakan, kerugian tersebut dihitung berdasarkan hilangnya batu bara sejak 2016 sebesar Rp 3,5 triliun dan kerugian dari erusakan hutan seluas 4.236 hektare sebesar Rp2,2 triliun. 

"Jadi total sementara, estimasi sementara, sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp5,7 triliun," ujar Nunung dalam konferensi pers, Kamis (18/7/2025).

Nunung mengatakan, pengungkapan tindak pidana ini berawal dari informasi yang berasal dari masyarakat. Informasi tersebut mengenai adanya kegiatan penambangan batubara yang berada di kawasan tanpa izin resmi.

Baca Juga: DPR RI Setujui Pagu Anggaran Kementerian ESDM 2026 Sebesar Rp8,11 Triliun

Adapun, modus operasi yang digunakan adalah membeli batubara dari hasil tambang ilegal, dikumpulkan dan dikemas menggunakan karung untuk selanjutnya dimasukan kedalam kontainer.

Setelah itu, dikirim menggunakan kapal dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya disertai dokumen resmi pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) milik perusahaan lain. 

"Dokumen tersebut (pengiriman batu bara) digunakan seolah-olah, ini perlu digarisbawahi bahwa dokumen tersebut digunakan seolah-olah batu bara tersebut berasal dari penampangan resmi atau pemegang IUP," ujarnya.

Nunung melanjutkan, dalam kasus ini ditetapkan tiga tersangka yaitu YH sebagai penjual batubara, CH yang berperan membantu YH dalam penjualan batu bara, dan MH sebagai pembeli dan penjual batubara dari tambang ilegal.

Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Ancaman hukuman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp100 miliar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: