Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IAW Kritik Danantara, Dorong Berbenah dan Tunjukkan Aksi Nyata

IAW Kritik Danantara, Dorong Berbenah dan Tunjukkan Aksi Nyata Kredit Foto: Cita Auliana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Danantara tidak bisa dibandingkan dengan lembaga sejenis di negara lain seperti NBIM Norwegia, GIC Singapura, serta SWF Malaysia, dan Kazakhstan yang sudah agresif mengelola portofolio investasinya dalam waktu singkat. Sebaliknya, Danantara justru dinilai belum menampakkan satu pun langkah investasi yang dapat diverifikasi.

"Itulah Danantara, Sovereign Wealth Fund (SWF) versi Indonesia, yang dalam empat bulan usianya, bukan tumbuh sehat seperti bayi SWF lain di dunia, tapi justru menunjukkan gejala gagal tumbuh," kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, Sabtu (26/7/205).

Iskandar mengatakan Danantara lebih sibuk menggulirkan wacana proyek ambisius seperti pembangunan “kampus impian” senilai Rp1,8 triliun, ketimbang membangun portofolio yang nyata. Hingga kini, tak ada penyertaan modal, akuisisi, atau investasi produktif yang dilaporkan secara terbuka.

"Sementara Danantara, empat bulan berlalu, tak ada satu pun portofolio investasi yang bisa diverifikasi. Tidak ada akuisisi. Tidak ada penyertaan modal produktif. Yang terdengar hanya wacana 'kampus impian' dengan estimasi anggaran Rp1,8 triliun dan sederet rapat internal mewah," tegasnya.

Iskandar juga menyoroti sumber pendanaan Danantara yang berasal dari dividen BUMN, seperti setoran dari BRI sebesar Rp3,2 triliun. Dana tersebut dialihkan tanpa melalui APBN dan tidak disertai laporan publik yang transparan.

Baca Juga: Direspons Positif, Danantara Terima Banyak Proyek dari Dunia Internasional, Ini Rinciannya!

"Dan semua itu dibiayai dari dividen BUMN, yang semestinya masuk kas negara, tapi justru disedot Danantara yang dilakukan tanpa transparansi, tanpa laporan publik, dan tanpa 'manfaat' nyata bagi rakyat," ujarnya.

Lebih jauh, IAW menyoroti kelemahan dalam struktur manajemen Danantara yang dinilai tidak ada figur berpengalaman di sektor keuangan atau pengelolaan SWF global yang memimpin lembaga ini. Bahkan, Danantara lebih paham mengurus proposal ketimbang investasi.

"Danantara tidak dirawat pemimpin kelas tokoh pasar keuangan dunia, bukan pula jebolan manajer investasi sovereign fund global, bahkan bukan pemilik pengalaman di bidang perbendaharaan negara. Tapi orang-orang yang lebih terbiasa mengurus proposal proyek, bukan pertumbuhan portofolio nasional. Maka wajar jika bayi ini terlihat kurus, lemas, dan tak bergerak seharusnya," jelasnya.

Selama empat bulan terakhir, IAW menghitung potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang hilang akibat tidak berjalannya fungsi Danantara bisa mencapai Rp4,1 triliun. Ironisnya, di saat yang sama, biaya operasionalnya diduga justru sangat besar.

"Gaji para perawat bayi itu diduga mencapai Rp120 miliar per bulan, cukup untuk membangun 50 sekolah rakyat seperti cita-cita Presiden Prabowo. Tapi rakyat tak melihat sekolah, tak melihat investasi, tak melihat manfaat, hanya mendengar mimpi yang digadang-gadang elite Danantara," tegasnya.

Ia pun menyoroti tanggung jawab Presiden Prabowo dalam mengawasi lembaga yang ia bentuk. Menurutnya, tanpa koreksi cepat, Danantara berpotensi menjadi beban fiskal baru seperti kasus BLBI di masa lalu.

Baca Juga: Danantara Gaet IDFC AS, Perkuat Investasi di Mineral Kritis

"Harusnya (Presiden) tahu. Tapi barangkali belum sadar bahwa lembaga yang ia bayangkan akan membebaskan Indonesia dari jerat utang asing ini justru berisiko menjadi parasit fiskal, seperti BLBI jilid dua. Bayi yang lahir dari cita-cita luhur ini kini digendong oleh tangan-tangan yang salah. Dan kalau Presiden tidak bertindak segera, maka bayi ini akan tumbuh menjadi beban negara, bukan harapan bangsa!" jelasnya.

Sebagai langkah penyelamatan, IAW mengusulkan tiga hal: audit menyeluruh oleh BPK, moratorium aliran dana dari BUMN ke Danantara, dan evaluasi total terhadap struktur pengurusnya.

"Kelahiran boleh gegap gempita, tapi jika pengasuhnya salah, maka besar kemungkinan bayi itu tumbuh menyimpang. Danantara masih bisa diselamatkan asal jangan terus dipelihara oleh mereka yang tak paham cara membesarkan lembaga keuangan negara kelas dunia," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: