Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KLH Ultimatum 33 Usaha di Puncak: Bongkar Bangunan Sebelum Akhir Agustus

KLH Ultimatum 33 Usaha di Puncak: Bongkar Bangunan Sebelum Akhir Agustus Kredit Foto: Jababeka
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) kembali mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran lingkungan hidup di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Puncak, Bogor. 

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pemerintah memberikan ultimatum kepada 33 usaha dan/atau kegiatan yang terbukti melanggar tata kelola lingkungan dan belum menjalankan sanksi administratif.

Sebanyak 13 kemitraan Kerja Sama Operasi (KSO) telah dikenai Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah berupa kewajiban pembongkaran bangunan dan penanaman pohon. Sementara itu, 9 KSO lainnya dikenai sanksi pencabutan Persetujuan Lingkungan sebagai bentuk penanganan lanjutan karena pemerintah daerah tidak menjalankan kewajiban pencabutan izin.

Baca Juga: Tak Miliki Izin dan Cemari Lingkungan, Pabrik Baja Ini Disanksi KLH

“Dari tinjauan hari ini, saya pastikan bahwa beberapa unit usaha yang menjadi bagian kemitraan KSO dengan PTPN I Regional 2 telah memulai pembongkaran. Ada delapan gazebo dan satu restoran yang sudah dibongkar. Ini patut diapresiasi,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (28/7/2025).

Namun, lebih dari separuh unit usaha yang telah dicabut izinnya belum melakukan pembongkaran.  Hanif bahwa seluruh proses pembongkaran harus selesai paling lambat akhir Agustus 2025. Jika tidak, pemerintah akan melakukan pembongkaran paksa sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

KLH/BPLH juga merilis daftar 10 usaha prioritas yang terbukti melanggar tata ruang dan izin lingkungan, yaitu PT Prabu Sinar Abad, Perkebunan Sdr. Juan Felix Tampubolon, CV Regi Putra Mandiri, PT Farm Nature and Rainbow, CV Al Ataar (Glamping Gayatri),CV Mega Karya Nugraha,PT Panorama Haruman Sentosa,PT Bobobox Asset Manajemen (Bobocabin Gunung Mas), PT Pelangi Asset International, dan PT Banyu Agung Perkasa (Kopi Puncak AJIP).

Baca Juga: Izin Lingkungan Dicabut, KLH Tindak 21 Usaha di Kawasan Puncak

Seluruh usaha tersebut telah menerima surat peringatan paksaan pemerintah dan diminta melakukan pembongkaran secara mandiri. Salah satu yang telah memulai pembongkaran adalah CV Mega Karya Nugraha, yang berlokasi di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Perusahaan yang mengelola wisata agro seperti pemandian mata air Ciburial, kedai kopi, glamping, dan area perkemahan itu telah menerima Sanksi Administratif Nomor 776 Tahun 2025 pada 8 Mei 2025. Mereka telah menghentikan operasional dan membongkar delapan unit gazebo serta satu restoran/kafe.

Menteri Hanif menegaskan, ke-13 KSO wajib menyelesaikan pembongkaran sesuai tenggat. Bila tidak dilaksanakan, pelaku usaha akan dikenai sanksi tambahan hingga tindakan hukum.

“Mereka yang tidak mengindahkan akan kami tindak sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 114 tentang sanksi pidana,” tegas Menteri Hanif.

Baca Juga: Bencana Puncak, KLH Targetkan 13 Perusahaan Langgar Izin Lingkungan

Salah satu sorotan sidak adalah penginapan Bobocabin di kawasan Agrowisata Gunung Mas yang masih beroperasi meski telah dikenai sanksi. Menteri Hanif menemui pengelola dan memberikan peringatan keras.

“Kalau ini belum dilakukan pembongkaran, kami akan kenakan Pasal 114. Tidak apa-apa, Bapak punya pengacara. Kita bertemu saja di pengadilan. Kami akan bantu lakukan pembongkaran. Ini tidak bisa ditawar. Kawasan hulu DAS tidak boleh dikotori oleh praktik usaha yang melanggar,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan di lapangan menunjukkan sejumlah usaha telah memasang papan informasi pembongkaran dan sembilan unit mulai membongkar bangunan. Tenggat waktu hingga akhir Agustus dinyatakan final, setelah itu penindakan hukum dilakukan tanpa kompromi.

“Setelah tenggat akhir Agustus, kami akan tindak secara hukum. Tidak ada kompromi untuk kawasan hulu,” ucapnya.

Baca Juga: Presiden Minta KLH Lakukan Pengawasan Ketat Pada Pertambangan di Raja Ampat

Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional pemulihan kawasan hulu DAS Puncak yang krusial sebagai daerah resapan air, kawasan konservasi hutan, dan pengendali banjir untuk wilayah Jabodetabek.

“Pemulihan kawasan hulu DAS adalah kepentingan strategis negara. Kita tidak bisa membiarkan kawasan lindung berubah jadi tempat glamping, resort, dan aktivitas komersial ilegal,” ungkapnya.

Ia menegaskan, negara hadir untuk melindungi lingkungan tanpa menghambat usaha yang sah. Namun, bila usaha melanggar hukum dan merusak kawasan konservasi, negara wajib bertindak.

“Kami tidak menghalangi usaha. Tapi kalau usaha itu melanggar dan merusak lingkungan di kawasan resapan, kami wajib bertindak. Ini bukan tentang hari ini, ini soal menyelamatkan masa depan,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: