Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RI Bisa Tahan Krisis Ekonomi Global, Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadhewa Sebut 'Soemitronomics' jadi Kunci

RI Bisa Tahan Krisis Ekonomi Global, Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadhewa Sebut 'Soemitronomics' jadi Kunci Kredit Foto: Antara/Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketidakpastian, khususnya yang berasal dari faktor eksternal, hampir selalu menjadi corak dalam perekonomian nasional setiap tahun. Selama Pemerintah mampu memelihara dan mengendalikan permintaan domestik, maka optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi tetap sangat terbuka.

Dalam acara LPS Financial Literacy di Medan, Rabu (20/8), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa Indonesia telah membuktikan kemampuannya dalam menghadapi berbagai krisis ekonomi global dengan menerapkan "kearifan lokal" atau local wisdom.

"Jurus local wisdom itu bahkan sudah diperkenalkan jauh sebelum Indonesia Merdeka oleh Profesor Soemitro Djojohadikusumo tepatnya pada tahun 1943," kata Purbaya. 

Soemitro sebut Purbaya dalam disertasinya mengenalkan trilogi pembangunan yang menekankan pada tiga pilar yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan manfaat pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis. 

Dalam konteks trilogi itu, Prof Soemitro menekankan  pentingnya stabilitas perbankan. Beliau mengambil pelajaran dari The Great Depression di AS, dan dampaknya pada perekonomian Indonesia. 

Baca Juga: Dari Bankir hingga Orangnya Opung Luhut, Inilah Para Calon Ketua DK LPS

Jurus local wisdom ala Soemitronomics itu kata   Purbaya sudah terbukti ampuh meredam dampak krisis ekonomi global. 

Purbaya mencontohkan saat krisis ekonomi global 2008 akibat subprime mortgage di AS dan saat pandemi Covid-19 tahun 2020-2021, ekonomi Indonesia cepat pulih karena bertumpu pada domestik demand. 

"Respon kebijakan ekonomi pada 2008 tepat karena aktivitas ekonomi tetap jalan yang ditopang oleh ketersediaan likuiditas melalui uang beredar yang tumbuh'," kata Purbaya. 

Situasi yang sama juga berlaku saat Pandemi. Meskipun saat itu hampir kolaps, tetapi Pemerintah cepat mengubah dan merespon dengan pelonggaran secara terbatas, sehingga RI sukses keluar dari resesi dan kembali tumbuh positif seperti pada 2009 dengan tumbuh 4,9 persen. 

"Pada 2020 juga kita pakai ilmu yang sejenis, karena sudah pintar yaitu menjaga domestic demand," kata Purbaya. 

Kondisi tersebut berbeda saat krisis moneter 1997-1998. Saat itu kata Purbaya, respon kebijakan membingungkan karena suku bunga naik hingga 60 persen, sementara uang beredar tumbuh lebih dari 100 persen. 

Dampaknya dengan suku bunga tinggi, tidak ada pelaku usaha yang berani meminjam ke bank. Sebaliknya, uang beredar yang melimpah dipakai menyerang rupiah kembali.

"Kebijakan yang membingungkan itu memberi bahan bakar menyerang rupiah kita," kata Purbaya. 

Dari tiga krisis tersebut jelas Purbaya, dua diantaranya yaitu krisis global 2008 dan pandemi Covid-19 bisa dilalui dengan baik karena menggunakan pendekatan local wisdom, sedangkan krisis 1998 menyisakan celah yang dalam karena menggunakan resep dari luar. 

"Jadi kita sudah punya modal yang besar, tinggal di manage dengan baik. Fokus pada diri sendiri dengan memanfaatkan domestik demand," kata Purbaya. 

Kalau Pemerintah menargetkan  ekonomi tahun 2026 tumbuh 5,4 persen, Purbaya menilai itu sangat realistis. 

Apalagi, jika dioptimalkan dengan dukungan pertumbuhan ekonomi dari daerah. 

"Ekonomi dari pasar, sawah dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) itu merupakan penopang ekonomi nasional," kata Purbaya.

Ekonomi Sumatera Utara tambah Purbaya relatif lebih kuat dalam menopang perekonomian nasional. Apalagi bertumpu pada sektor perkebunan dan pariwisata yang termasuk sektor padat karya, sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: