Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IKM Fesyen Miliki Potensi Besar Terapkan Konsep Keberlanjutan

IKM Fesyen Miliki Potensi Besar Terapkan Konsep Keberlanjutan Kredit Foto: Kemenperin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan industri kecil dan menengah (IKM) sektor fesyen memiliki potensi besar menerapkan konsep industri berkelanjutan dengan kekayaan budaya wastra dan kreativitas.

Pasalnya kini industri fesyen dituntut untuk bertransformasi menuju industri yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan mengingat pengaruh besarnya terhadap gaya hidup masyarakat.

Baca Juga: Jubir Kemenperin Jelaskan Reformasi TKDN, Lebih Mudah dan Cepat

Menurut Menperin, transformasi ini tidak hanya mendukung pengurangan dampak lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru yang melibatkan komunitas lokal, desainer muda, hingga pelaku IKM di berbagai daerah.

“Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) terus mengupayakan strategi pengembangan industri fesyen yang mendukung pertumbuhan industri ramah lingkungan,” tuturnya, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Rabu (10/9).

Direktur Jenderal IKMA Kemenperin Reni Yanita menyampaikan, guna mempercepat transformasi di industri fesyen ini, diperlukan upaya membangun kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, komunitas, pelaku usaha kreatif, dan pihak swasta. 

Salah satu implementasinya, yaitu Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK) yang merupakan satuan kerja di bawah Ditjen IKMA Kemenperin bersinergi dengan TRI Cycle dalam penyelenggaraan Sustainable Fashion Festival (SFF) 2025 pada 2–3 Agustus 2025 lalu di Denpasar, Bali.

“Festival ini mendapatkan sambutan antusias dari berbagai lapisan masyarakat dan menjadi wadah edukasi, kreativitas, sekaligus aksi nyata menuju fesyen berkelanjutan,” ungkapnya. Selama dua hari penyelenggaraan, SFF 2025 berhasil menarik perhatian sebanyak 866 pengunjung. 

Dengan mengusung tema “Celebrate the Better Fashion”, festival ini menghadirkan beragam program inspiratif, antara lain fashion show dari delapan sustainable brand, pameran 17 karya pemenang Indonesia Fashion and Craft Award (IFCA), serta workshop kreatif seperti ecoprint, plastic fusion, dan crochet.

SFF juga menghadirkan tiga sesi talkshow edukatif dengan lebih dari 120 peserta, Repair Corner bersama komunitas penjahit lokal, serta Clothes Swap yang berhasil mengumpulkan 760 kilogram pakaian bekas. 

Sementara itu, Bazar IKM menghadirkan 39 brand dari Bali, Jawa, Yogyakarta, Lampung, Papua, dan Jakarta dengan total transaksi penjualan lebih dari Rp 58 juta. Tak ketinggalan, Klinik SINI BISA mendapat perhatian positif dengan layanan konsultasi legalitas usaha seperti NIB, SIINas, dan TKDN IK bagi pelaku IKM fesyen.

Reni mengemukakan, antusiasme masyarakat dan pelaku IKM pada penyelenggaraan festival ini menjadi bukti meningkatnya minat masyarakat terhadap fesyen berkelanjutan. Ia juga menekankan pentingnya menjaga semangat ini agar terus berkembang dan memberi dampak luas bagi pelaku industri lokal.

“Melihat antusiasme masyarakat di SFF 2025, kami optimistis industri fesyen Indonesia memiliki masa depan yang cerah dengan pendekatan industri yang berkelanjutan. Kami berharap festival ini menjadi langkah awal bagi terciptanya ekosistem fesyen yang lebih bertanggung jawab, inklusif, dan berdaya saing global,” ujarnya.

Kepala Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK) Dickie Sulistya Aprilyanto menjelaskan, festival ini menjadi ajang peluncuran dua inisiatif baru yang digagas oleh Brand TRI Cycle, alumni program Creative Business Incubator BPIFK 2018, yakni Rekynd Hub dan Brickini. Peluncuran ini menjadi langkah penting dalam mempertegas posisi SFF 2025 sebagai pusat inovasi keberlanjutan berbasis komunitas.

“Kedua inisiatif tersebut tidak hanya menawarkan solusi kreatif dalam pengelolaan limbah tekstil, tetapi juga mengedukasi masyarakat untuk menghargai pakaian dari sisi fungsi dan keberlanjutan, bukan semata mengikuti tren,” terangnya.

Dickie juga menuturkan, Rekynd Hub diperkenalkan sebagai wadah pengelolaan tekstil dengan konsep textile circularity, di mana pengunjung dapat menyumbangkan pakaian bekas, mengolahnya kembali, sekaligus membeli pakaian preloved lokal (non-impor) melalui sistem unik berbasis berat. Sedangkan Brickini merupakan hasil kolaborasi TRI Cycle dan Parongpong Raw Lab yang mengolah limbah pakaian renang dari produsen swimwear di Bali.

“Kami ingin mendorong masyarakat untuk melihat pakaian bukan hanya sebagai produk konsumsi jangka pendek, tetapi juga sebagai aset yang bisa diberdayakan kembali, memberikan nilai baru, dan mengurangi timbulan limbah tekstil,” imbuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: