Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Dunia AI, Keterampilan Real-time Akan Membuat Bisnis Lebih Unggul

Oleh: Jemmy Ang, Direktur Regional Confluent Indonesia

Di Dunia AI, Keterampilan Real-time Akan Membuat Bisnis Lebih Unggul Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

“Setiap pekerjaan akan segera terpengaruh. Hal ini tidak dapat dipungkiri. Anda tidak akan kehilangan pekerjaan Anda karena kecerdasan buatan (AI), tetapi Anda akan kehilangan pekerjaan Anda karena seseorang yang menggunakan AI.”

Pada Konferensi Global Milken awal tahun ini, CEO NVIDIA Jensen Huang memaparkan kenyataan pahit tentang gangguan pekerjaan pada tahun 2025. Pernyataan ini bukan lagi proyeksi masa depan. Kecerdasan buatan (AI) kini terintegrasi di meja kerja, perangkat dan kehidupan pekerja di seluruh dunia. Kecepatan perubahan ini terjadi seperti kilat dan mengubah struktur tenaga kerja lebih cepat daripada kemampuan adaptasi kebanyakan perusahaan. Data LinkedIn yang dirilis awal tahun ini menunjukkan bahwa keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan apa pun di negara-negara Asia Tenggara akan berubah hingga 72% pada tahun 2030 dibandingkan dengan 2016, seiring dengan kemunculan AI generatif. 

Pada pertengahan 2025, prediksi-prediksi ini mulai terwujud di kawasan Asia-Pasifik (APAC). Baik perusahaan multinasional besar maupun startup mengumumkan pemangkasan besar-besaran jumlah karyawan untuk mempermudah operasional dan beradaptasi dengan realitas baru yang dipicu oleh dampak AI. Seiring dengan terus berlanjutnya gangguan yang ditimbulkan AI di pasar, pekerja di seluruh APAC semakin ditekan untuk beradaptasi dan meningkatkan keterampilan demi masa depan.

Baca Juga: Wall Street Mixed, Oracle Melonjak Usai Lonjakan Permintaan Cloud AI

Kesiapan AI: Kekhawatiran terbesar bagi pemberi kerja dan karyawan

Di tengah upaya restrukturisasi, perusahaan-perusahaan di Indonesia kini semakin fokus pada penerapan AI. Laporan Data Streaming 2025 dari Confluent menunjukkan bahwa sekitar 80% pemimpin TI yang disurvei di Indonesia menempatkan AI generatif dan platform data streaming (76%) sebagai teknologi teratas yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan di Indonesia. 

Namun, ada kekhawatiran bahwa tenaga kerja Indonesia belum siap, terutama dalam hal keterampilan terkait data dan sistem real-time. Salah satu tantangan paling kritis adalah kesenjangan talenta AI, terutama dalam memenuhi permintaan talenta dan memastikan keterampilan yang kompetitif. Menurut studi dari Institut Penelitian SMERU, Indonesia akan mengalami kekurangan sembilan juta pekerja ICT terampil dan semi-terampil pada akhir 2030.

Mengapa kesenjangan keterampilan ini terus berlanjut? Banyak program peningkatan keterampilan berfokus pada pengajaran cara menggunakan alat AI, namun hanya menyentuh permukaan. Terlalu sering, mereka mengabaikan aspek dasar yang menjadi landasan AI yaitu data real-time. Ketika informasi terus mengalir, bukan disimpan dan diakses untuk penggunaan di kemudian hari, hal ini membutuhkan cara berpikir baru: yang menggabungkan kelincahan dengan konteks dan pengambilan keputusan yang cepat.

Mengapa keterampilan real-time lebih penting daripada yang Anda kira

AI tidak beroperasi secara terpisah. Ia bergantung pada data real-time berkualitas tinggi. Baik itu mendeteksi penipuan, merespons gangguan rantai pasokan, atau mempersonalisasi pengalaman digital pelanggan, AI hanya berfungsi jika data yang diandalkan segar dan terus mengalir. Tanpa data real-time, AI memberikan wawasan yang tidak relevan dan tidak tepat.

Meskipun demikian, banyak perusahaan masih dilatih untuk beroperasi dalam dunia yang berorientasi pada batch, di mana keputusan bergantung pada dashboard dan ringkasan peristiwa yang telah berlalu. Sebaliknya, operasi modern menuntut tindakan real-time seiring dengan perkembangan peristiwa. Artinya, perusahaan harus melatih ulang tenaga kerja tidak hanya dalam penggunaan alat, tetapi juga dalam prinsip pengambilan keputusan berbasis aliran yang selalu aktif.

Karyawan yang tidak tumbuh dalam lingkungan cloud-native atau API-first seringkali merasa kewalahan. Ini bukan hanya kewalahan teknis, tetapi juga bisa bersifat psikologis. Kecuali perusahaan mampu mengatasi pergeseran pola pikir ini, tenaga kerja mereka akan menjadi kurang produktif, adaptif, dan relevan.

Mendesain ulang peran untuk berkembang, bukan sekadar bertahan

Perusahaan yang memimpin di era ini bukanlah yang paling cepat mengotomatisasi. Mereka adalah yang merumuskan ulang cara kerja dilakukan. 

Salah satu contoh yang telah menerapkan pendekatan ini adalah OCBC Bank di Singapura. Sebagai bagian dari transformasi digitalnya, OCBC menerapkan program reskilling terstruktur, memungkinkan ribuan karyawan, termasuk staf layanan pelanggan, untuk beralih ke peran yang terkait dengan teknologi dan didukung data. Contohnya: Denise Law, seorang petugas contact center OCBC, kini bekerja bersama chatbot berbasis AI untuk menginterpretasikan email pelanggan dan menyusun tanggapan.

Pendekatan OCBC tidak hanya meningkatkan waktu respons dan kualitas layanan, tetapi juga mengubah peran dari eksekusi menjadi pengawasan: Denise secara aktif memantau output chatbot, memberikan umpan balik, dan membantu melatih ulang model, sehingga meningkatkan baik penilaian manusia maupun hasil pembelajaran mesin.

Tiga cara untuk mempersiapkan ketrampilan 

Perusahaan sebaiknya mencontoh dukungan OCBC dalam membekali talenta mereka dengan alat AI. Berikut adalah beberapa cara praktis untuk membuat pekerjaan siap untuk real-time:

  1. Rancang ulang peran dengan mempertimbangkan hasil real-time

Jangan hanya mengganti nama peran. Rancang ulang peran tersebut berdasarkan cara pengambilan keputusan dilakukan saat ini. Identifikasi bagian-bagian dari setiap pekerjaan di mana waktu sangat kritis dan rancang ulang alur kerja sehingga karyawan dapat berinteraksi dengan data saat data tersebut bergerak, bukan setelah fakta. Misalnya, daripada menunggu laporan harian, koordinator gudang dapat membuat dashboard real-time untuk memantau bottleneck dalam proses pengiriman dan mengalihkan stok.

Untuk memastikan perubahan ini berhasil, perusahaan perlu menyediakan pedoman peran yang jelas yang menjelaskan bagaimana karyawan harus menafsirkan sinyal real-time, kapan harus bertindak, dan bagaimana berkolaborasi dengan sistem AI yang menghasilkan wawasan secara instan.

  1. Membangun jalur pembelajaran yang mendalam dan relevan dengan peran

Perusahaan juga harus merancang program pembelajaran yang didasarkan pada tantangan bisnis nyata. Misalnya, tim dukungan pelanggan harus berlatih merespons perubahan mendadak dari mood pelanggan selama interaksi langsung. Simulasi ini tidak memerlukan keterampilan teknik backend, tetapi membutuhkan pemahaman dasar tentang bagaimana data bergerak, diubah dan memicu keputusan secara real-time.

Untuk membangun keahlian tersebut, organisasi sebaiknya mengintegrasikan pelatihan tentang dasar-dasar streaming data — termasuk pipeline streaming, arsitektur berbasis peristiwa, dan dashboard operasi langsung — ke dalam program pengembangan keterampilan inti. Beberapa mitra ekosistem, terutama yang dibangun di atas Apache Kafka, menawarkan program pemberdayaan yang dirancang khusus untuk kebutuhan ini.

Baca Juga: Finex Kenalkan NexAI, Gabungkan Artificial Intelligence dan Penilaian Manusia untuk Trading Lebih Cerdas

  1. Manfaatkan dukungan pemerintah dan industri untuk membangun kedalaman, bukan hanya kesadaran

Meskipun pemerintah di kawasan APAC menawarkan beasiswa pelatihan, adopsi seringkali hanya berhenti pada kursus digital tingkat dasar. Perusahaan dapat melangkah lebih jauh dengan merancang jalur pembelajaran yang spesifik untuk pekerjaan menggunakan dana tersebut, seperti mengajarkan pemikiran berbasis acara kepada tim risiko atau keahlian API kepada operasi penjualan.

Banyak perusahaan juga beralih ke pemimpin teknologi yang menawarkan sertifikasi tenaga kerja dalam bidang data streaming untuk meningkatkan kemampuan mereka. Program-program yang dibangun berdasarkan teknologi streaming asli memberikan pekerja keahlian praktis dalam merancang, menganalisis, dan merespons aliran data langsung. Program terbaik adalah yang melibatkan kolaborasi antara mitra ekosistem dengan employer.

Membangun tenaga kerja yang dapat memimpin

Industrialisasi. Digitalisasi. Globalisasi. Setiap pergeseran yang berdampak besar selalu menggantikan pekerjaan lama dan menciptakan yang baru. Pemenang dalam siklus AI ini bukanlah mereka yang menghabiskan anggaran terbesar tetapi mereka yang membantu pekerja mereka beradaptasi dan memperkuat diri dengan AI. Ini adalah kisah manusia. Dan saatnya untuk mulai menuliskannya, satu peran yang didefinisikan ulang pada satu waktu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: