Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rektor USU Dua Kali Mangkir dari Panggilan KPK sebagai Saksi Korupsi Jalan Rp231,8 M di Sumatera Utara

Rektor USU Dua Kali Mangkir dari Panggilan KPK sebagai Saksi Korupsi Jalan Rp231,8 M di Sumatera Utara Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm
Warta Ekonomi, Bandung -

Ketidakhadiran Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Muryanto Amin, dalam dua kali agenda pemeriksaan yang dijadwalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan senilai Rp231,8 miliar di Sumatera Utara, menuai sorotan publik.

Meski telah dua kali mangkir, KPK belum menggunakan kewenangannya untuk melakukan pemanggilan paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Absennya pimpinan kampus negeri dari proses hukum ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan komitmen penegakan hukum terhadap pejabat kampus, terutama yang memiliki hubungan dengan kekuasaan politik.

"Ketika seorang rektor bisa dua kali mangkir dari KPK tanpa sanksi, ini bukan sekadar celah hukum, ini krisis teladan," tegas Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, Sabtu (13/9/2025). 

Nama Muryanto tidak hanya terseret dalam perkara proyek jalan. Ia juga dikaitkan dengan beberapa dugaan penyalahgunaan kewenangan lain yang disebut telah mencoreng nama baik institusi pendidikan yang ia pimpin.

Beberapa dugaan itu meliputi keterkaitannya dengan aliran dana dari tersangka Topan Ginting, penggunaan agunan fiktif sebesar Rp228 miliar dalam pengajuan kredit kebun USU di Bank BNI—yang kasusnya sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara—serta pelanggaran dalam penggunaan rumah dinas. Diketahui, ia menggunakan tiga rumah dinas sekaligus untuk jabatan Rektor, Guru Besar, dan Dekan, yang dinilai bertentangan dengan aturan dalam Permenkeu No. 199/PMK.05/2019.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga mencatat sejumlah kejanggalan lain, seperti proyek pembangunan kolam retensi senilai Rp20 miliar dan pembangunan Plaza UMKM yang menelan dana antara Rp116 hingga Rp122 miliar. Selain itu, terdapat kelebihan pemungutan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Jalur Mandiri sebesar Rp10,9 miliar dan pembayaran remunerasi yang dinilai tidak sesuai aturan sebesar Rp36,5 miliar.

Baca Juga: Platform Bursa Kripto MLPRU Siapkan Jalur Hukum untuk Tanggapi Konten Informasi Palsu di Medsos

Muryanto Amin juga dikenal luas sebagai orang dekat Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Ia tercatat sebagai konsultan politik Bobby dalam Pilkada Medan 2020 dan Pilgub Sumut 2024. Hubungan ini ditengarai menjadi jalur bagi penempatan sejumlah loyalis di posisi strategis kampus, seperti Budi Agustono di Senat Akademik dan Agus Andrianto di Majelis Wali Amanat.

"Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa jabatan rektor bukan lagi hasil meritokrasi, melainkan hasil manuver kekuasaan," ujar Iskandar.

Situasi ini memicu reaksi dari Forum Penyelamat USU (FP-USU), sebuah aliansi yang terdiri atas alumni, dosen, dan mahasiswa. Mereka mengeluarkan Somasi Terbuka No. 002/FP-USU/IX/2025 yang menuntut transparansi dan pertanggungjawaban rektor atas sejumlah isu.

Dalam surat tersebut, mereka meminta klarifikasi atas dugaan keterlibatan dengan Topan Ginting, audit forensik atas proyek hibah dan renovasi, penertiban penggunaan rumah dinas dan pemberian tunjangan, keterbukaan dalam pengelolaan kebun dan BUMD milik kampus, penghentian keterlibatan dalam politik praktis, serta jaminan perlindungan terhadap sivitas akademika dari segala bentuk intimidasi.

Iskandar pun mendorong KPK agar segera bertindak tegas terhadap ketidakhadiran Muryanto dan tidak membiarkan kesan bahwa pejabat kampus kebal hukum.

Baca Juga: Rezim Trump: Asal Tanpa Niat Jahat, Hukum Tak Akan Sentuh Layanan Kripto 'Problematis'

"KPK harus menunjukkan dengan ketat bahwa semua warga negara setara di mata hukum, walau dia seorang rektor, sebab terafiliasi dalam kasus yang disidiknya," ujarnya.

Sebagai bentuk keprihatinan, IAW mengusulkan sejumlah langkah untuk memulihkan integritas USU. Beberapa di antaranya adalah pemanggilan paksa terhadap Muryanto Amin, audit forensik terhadap proyek-proyek kampus sejak 2020 yang bernilai di atas Rp5 miliar, evaluasi independen terhadap proses pemilihan rektor oleh Kemendikbudristek, serta keterbukaan terhadap semua Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dan laporan Satuan Pengawasan Internal (SPI) USU selama satu dekade terakhir.

"USU butuh pemimpin akademik, bukan pemilik jaringan politik. Jika ini dibiarkan, seluruh sistem akan rusak, yakni dari nilai moral hingga fondasi kampus itu sendiri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: