Kredit Foto: Uswah Hasanah
Kain tenun Sumba Timur terus menunjukkan nilai ekonomi tinggi di pasar nasional maupun internasional. Pegiat tenun, Ignasius Hapu Karanjawa, menuturkan bahwa kerumitan proses produksi membuat harga satu lembar kain bisa mencapai Rp5-17 juta.
Mahalnya kocek yang dirogoh untuk selembar kain tersebut lantaran tergantung pada teknik pembuatannya dan motifnya yang rumit. Salah satu kain tenun yang dibanderol dengan harga fantastis yang sepadan dengan pembuatannya adalah tenun ikat.
“Yang mau diwarna biru dicelupin (ke pewarna) biru dulu, lalu merah, lalu warna lain. Makin banyak warna, makin mahal. Satu kain bisa dikerjakan sampai setahun,” ujarnya sembari menunjukkan kain tenun ikat buatannya yang dibanderol Rp17 juta, Jumat (19/9/2025).
Baca Juga: Wamenpar Minta Masyarakat Lestarikan Tenun Sekomandi
Ignasius menambahkan, kain ikat lebih mahal dibanding sotis karena teknik pengikatan dan pewarnaannya lebih kompleks. Motif-motif langka juga memiliki nilai tinggi di pasaran.
Sementara itu, kain sederhana dapat ditawarkan mulai Rp500 ribu. Kini, kain tenun juga dikembangkan menjadi produk turunan seperti blazer, tas laptop, kalung, hingga gantungan kunci yang sebagian besar dikerjakan siswa dan guru binaan.
“Dengan begitu, produk tenun tidak hanya lestari, tetapi juga membuka peluang ekonomi kreatif generasi muda,” katanya.
Sejalan dengan itu, Astra melalui Yayasan Astra menyelenggarakan Pameran Tenun bertajuk “Menenun, Menjaga Tradisi Masa Depan” di Menara Astra, Jakarta, pada 18–21 September 2025 serta di Menara FIF pada 18–19 September 2025. Pameran ini menampilkan hasil karya sekolah binaan Yayasan Pendidikan Astra Michael D. Ruslim (YPA MDR) dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga: Parade Wastra Nusantara 2025 Sukses Digelar, Kain Tradisional Tetap Relevan di Era Kekinian
Ketua Pengurus Yayasan Astra – YPA MDR, Gunawan Salim, menjelaskan pameran ini tidak hanya menampilkan estetika kain tenun, tetapi juga potensi ekonominya.
“Melalui pameran ini, kami ingin menunjukkan bahwa warisan budaya seperti tenun ikat dan sotis bukan hanya indah, tetapi juga dapat menjadi sarana pendidikan, kreativitas, dan pemberdayaan generasi muda. Harapan kami, kain tenun tidak hanya dipandang sebagai tradisi, tetapi juga peluang masa depan yang dapat menginspirasi sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat,” ucapnya.
Selain menampilkan kain, pengunjung dapat mengikuti kegiatan interaktif seperti pengumpulan stamp yang ditukar dengan kriya tenun serta Cre(art)ive Workshop membuat aksesori berbahan kain.
Guru pendamping SDN Sonraen Kupang, Jouis Nieldy Otemusu, yang sebelumnya meraih Juara 1 Lomba Karya Kreasi Nusantara, turut berbagi pengalaman.
“Pada akhirnya, kegiatan menenun menumbuhkan sikap menghargai proses, menghormati budaya, serta menyadarkan bahwa karya indah lahir dari usaha dan doa, bukan sesuatu yang instan,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement