Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Salah Langkah Selamatkan Garuda Indonesia

Salah Langkah Selamatkan Garuda Indonesia Kredit Foto: Antara/Ampelsa
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali mencatat kerugian pada semester I-2025 meski telah mendapat dukungan modal dari Danantara. Laporan keuangan menunjukkan rugi bersih Garuda melonjak 41% dibanding periode sama tahun lalu yang hanya US$100 juta, kini mencapai US$143,7 juta atau sekitar Rp2,36 triliun.

Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Galau D. Muhammad, menilai kondisi tersebut menunjukkan persoalan mendasar Garuda belum terselesaikan. 

“Ini masalah klasik. Garuda masih terjebak lingkaran utang dan beban operasional yang rumit. Suntikan modal saja tidak cukup jika tanpa restrukturisasi dan efisiensi,” ujar Galau kepada Warta Ekonomi, Rabu (1/10/2025).

Baca Juga: Kerugian Garuda Membengkak 41 Persen pada Paruh Pertama 2025

Menurut Galau, biaya perawatan dan overhaul armada menjadi salah satu penyebab kerugian membengkak. Selain itu, sejumlah rute yang tidak produktif juga menambah beban. 

“Ada penerbangan yang tidak memberi keuntungan signifikan, sehingga biaya operasional lebih besar dari pendapatan. Inilah yang membuat kinerja Garuda makin berat,” jelasnya.

Ia juga menyoroti strategi Danantara yang dinilai belum memberi solusi jangka panjang.

“Selama ini modal tambahan hanya menunda masalah. Yang dibutuhkan Garuda adalah renegosiasi utang dengan lessor, pemangkasan rute tak produktif, dan pembenahan manajemen,” katanya.

Galau menegaskan, keberadaan Danantara sebagai pengelola aset negara bernilai Rp6.000 triliun seharusnya tidak hanya berperan sebagai penyedia dana, tetapi juga memastikan tata kelola lebih transparan. 

“Alokasi pembiayaan tidak boleh didorong kepentingan politik. Harus ada kontrak jelas antara Danantara dan BUMN penerima, termasuk Garuda, terkait target restrukturisasi dan efisiensi,” paparnya.

Baca Juga: Danantara Buka Suara Soal Merger Garuda Indonesia dengan Pelita Air

Dari sisi internal, reformasi manajemen juga mendesak dilakukan. Ia menyebut birokrasi yang panjang, rekrutmen direksi dan komisaris yang sarat kepentingan politik, serta lemahnya tata kelola menjadi hambatan utama. 

“Harus ada audit tata kelola agar kebocoran biaya bisa dihindari. Profesionalisme manajemen Garuda adalah kunci, bukan sekadar tambahan modal,” tutur Galau.

Meski demikian, ia melihat peluang Garuda untuk bangkit tetap terbuka. Tren pemulihan penerbangan pascapandemi dan kebutuhan transportasi udara domestik yang tinggi dapat menjadi modal utama. Ketepatan waktu Garuda juga dinilai lebih baik dibanding beberapa maskapai lain.

Namun, keberhasilan transformasi Garuda akan sangat bergantung pada arah strategi pemerintah, renegosiasi kontrak dengan lessor, serta keberanian melakukan reformasi struktural di internal perusahaan. Tanpa langkah itu, suntikan dari Danantara berisiko hanya menjadi bailout jangka pendek yang tidak menyentuh akar persoalan.

Upaya Danantara memberikan pinjaman pemegang saham (shareholder loan) kepada Garuda Indonesia juga dinilai tidak akan banyak membantu pemulihan maskapai pelat merah itu. 

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, intervensi ini justru berpotensi menambah kompleksitas masalah keuangan Garuda.

Bhima menegaskan bahwa akar kerugian Garuda tidak semata pada persoalan kas, melainkan tata kelola perusahaan yang lemah. 

"Miss-manajemen, tumpukan utang, serta kalah bersaing dengan maskapai berbiaya rendah membuat Garuda semakin tertekan," ungkap Bhima.

Bhima menekankan, suntikan modal dari Danantara tidak cukup mendorong kinerja Garuda kembali positif. Bahkan, ia menilai situasi bisa makin berat setelah kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump mewajibkan Indonesia membeli pesawat Boeing. 

“Itu menambah beban utang Garuda di masa mendatang,” imbuhnya.

Ia juga menyoroti risiko skema pinjaman Danantara. Menurutnya, dana yang disalurkan berasal dari dividen BUMN sehat maupun dari utang Danantara sendiri. Kondisi ini, ujar Bhima, menimbulkan dilema karena kewajiban finansial Garuda bisa beralih menjadi tanggungan lembaga investasi pemerintah tersebut. 

“Bailout melalui Danantara justru berpotensi menyeret BUMN lain yang sebenarnya sehat,” tuturnya.

Bhima menilai langkah penyelamatan ini kurang strategis. Ia menyebut Danantara hanya memberikan solusi jangka pendek tanpa menyentuh perubahan struktural yang seharusnya dilakukan. 

“Sebelum restrukturisasi menyeluruh dilakukan, tidak realistis berharap Garuda bisa bangkit hanya dengan skema pinjaman,” ujarnya.

Ia menambahkan, Danantara semestinya berhati-hati dalam menggunakan mandatnya sebagai pengelola dana investasi BUMN. 

“Kesalahan dalam strategi penyelamatan Garuda bisa berdampak fatal, bukan hanya pada maskapai itu sendiri, tapi juga pada keberlanjutan keuangan Danantara,” kata Bhima menegaskan.

Sebagai informasi, kinerja negatif Garuda Indonesia terungkap dalam laporan keuangan auditan yang dipublikasikan pada Selasa (23/9/2025). Perseroan menyebutkan beban operasional dan pemeliharaan armada menjadi faktor utama yang menekan kinerja hingga semester pertama tahun ini.

Pendapatan usaha Garuda selama enam bulan pertama 2025 turun 4,5 persen menjadi USD1,55 miliar dari periode sama tahun lalu. Seluruh segmen usaha ikut tertekan, termasuk penerbangan berjadwal yang masih menjadi kontributor terbesar dengan porsi 76 persen dari total pendapatan.

Di sisi lain, beban usaha membengkak hingga USD1,5 miliar. Dari jumlah tersebut, biaya operasional penerbangan tercatat sebesar USD765 juta, sementara biaya pemeliharaan dan perbaikan mencapai USD319 juta. Dua pos pengeluaran ini berkontribusi hingga 72 persen terhadap total beban usaha Garuda. Selain itu, perseroan juga menanggung beban keuangan mencapai USD251 juta, yang semakin memperdalam kerugian bersih.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: