Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

86 Ribu Rekening dan Dompet Digital Terindikasi Terlibat Penipuan Online

86 Ribu Rekening dan Dompet Digital Terindikasi Terlibat Penipuan Online Kredit Foto: Uswah Hasanah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat sebanyak 86.403 rekening dan dompet digital dilaporkan masyarakat karena terindikasi terlibat dalam aktivitas penipuan digital sepanjang Oktober 2024 hingga awal Oktober 2025. 

Temuan ini menyoroti meningkatnya skala kejahatan siber yang kini menyasar transaksi finansial masyarakat melalui berbagai platform daring.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menjelaskan laporan tersebut dikumpulkan melalui kanal publik cekrekening.id dan aduannomor.id, dua sistem pelaporan yang memungkinkan masyarakat memverifikasi dan melaporkan rekening atau nomor ponsel yang dicurigai digunakan dalam aktivitas scam.

Baca Juga: Judi Online Dibidik Lewat GATE System Karya Anak Bangsa

"Total ada 86.403 laporan yang masuk ke sistem kami, terbanyak terkait judi online dan jual beli daring ilegal, disusul investasi bodong serta scamming,” kata Alexander di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Alexander menambahkan, peningkatan jumlah laporan ini mencerminkan dua sisi berbeda. Di satu sisi, masyarakat kini lebih sadar pentingnya melapor. Namun di sisi lain, frekuensi kejahatan digital justru meningkat pesat, menunjukkan bahwa ruang digital Indonesia masih rentan terhadap manipulasi dan eksploitasi.

Komdigi juga mengidentifikasi tren baru kejahatan digital yang berkembang cepat di Asia Tenggara dan mulai menjalar ke Indonesia, yakni modifikasi modus antara romance scam dan investasi kripto palsu.

Baca Juga: Kejahatan Digital Rugikan Ekonomi Global Rp16.000 Triliun Sepanjang 2024

“Ini yang kami sebut hybrid scam, gabungan antara romance scam dan crypto investment fraud. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya finansial, tetapi juga psikologis karena korban sering mengalami trauma akibat manipulasi personal yang intens,” ujar Alexander.

Dalam modus ini, pelaku memanfaatkan kedekatan emosional dengan korban sebelum menggiringnya berinvestasi di platform kripto palsu atau proyek bodong. Alexander mengingatkan bahwa banyak korban kehilangan tabungan dalam jumlah besar setelah mempercayai pelaku yang berpura-pura menjalin hubungan personal.

Lebih jauh, ia menyoroti munculnya scam center di sejumlah negara Asia Tenggara yang mempekerjakan korban perdagangan manusia untuk mengoperasikan jaringan penipuan daring lintas negara. Fenomena ini memperkuat dugaan bahwa kejahatan digital kini dikelola secara sistematis dan terorganisir lintas batas.

Untuk menyesuaikan regulasi dengan dinamika kejahatan digital, Komdigi menyiapkan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).

“Revisi PP 71/2019 penting untuk menjawab tantangan ruang digital hari ini. Banyak modus kejahatan yang belum terakomodasi dalam regulasi lama,” jelas Alexander.

Langkah tersebut bertujuan memperkuat kewenangan pengawasan, memperjelas tanggung jawab platform digital, serta menyesuaikan standar keamanan sistem elektronik dengan perkembangan teknologi, termasuk AI dan aset virtual.

Selain revisi regulasi, Komdigi juga meningkatkan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan kepolisian untuk mempercepat proses verifikasi, pemblokiran, dan penindakan atas rekening atau situs yang digunakan dalam aktivitas ilegal.

Alexander menegaskan, teknologi tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif masyarakat. Ia mendorong publik untuk memanfaatkan kanal pelaporan resmi seperti cekrekening.id, aduankonten.id, dan aduannomor.id agar penipuan digital dapat cepat dilacak dan ditindak.

“Kanal seperti cekrekening.id dan aduankonten.id adalah bagian dari sistem nasional perlindungan masyarakat digital. Kita ingin masyarakat tidak hanya menjadi korban, tapi juga bagian dari sistem pengawasan,” tegasnya.

Komdigi berharap sinergi lintas lembaga dan peningkatan literasi digital dapat menjadi pondasi utama dalam membangun ruang digital yang aman, transparan, dan bertanggung jawab.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: