Jaga Daya Saing Industri Nasional, Kadin Dorong Pemerintah Izinkan Impor Gas Bumi
Kredit Foto: Istimewa
Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai US$ 7 per MMBTU dinilai belum efektif menjawab persoalan kelangkaan pasokan. Menanggapi hal ini, Kadin Indonesia mendorong pemerintah untuk melengkapi kebijakan harga dengan mengizinkan impor gas, mengingat pasokan domestik hanya memenuhi sekitar 60% dari total kebutuhan.
“Meskipun Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sudah ditetapkan US$ 7 per MMBTU, kenyataannya pasokan yang diterima industri masih jauh dari kebutuhan,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin, Saleh Husin, dalam diskusi “Keberlanjutan Gas Bumi untuk Industri Nasional” di Menara Kadin, Selasa (7/10/2025).
Pernyataan ini disampaikan di hadapan para pemangku kepentingan, termasuk Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Laode Sulaeman, Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, dan Direktur Utama PT PNG Tbk, Arief Kurnia.
Saleh mengungkapkan bahwa kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 7 per MMBTU, yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 255K Tahun 2024 untuk tujuh sektor industri, belum efektif di lapangan.
“Kawan-kawan industri hanya mendapatkan sekitar 60% suplai gas HGBT,” ujar Saleh.
Padahal, gas bumi adalah komponen vital bagi rantai produksi berbagai industri strategis, mulai dari pupuk, baja, semen, farmasi, keramik, tekstil, hingga makanan dan minuman. Kekurangan ini secara langsung menggerus daya saing dan kapasitas produksi industri dalam negeri.
Kadin memandang impor gas sebagai solusi jangka pendek yang krusial, sambil menunggu proyek eksplorasi gas nasional pada periode 2026-2028 mulai berproduksi. Kebijakan ini diyakini akan menstabilkan harga, meningkatkan kapasitas produksi, dan menjaga daya saing ekspor produk manufaktur Indonesia.
Baca Juga: Pesta Kriya Nusantara Resmi Dibuka, Kadin DKI Bidik Omzet Rp 1 Miliar untuk UMKM Naik Kelas
“Pemerintah dapat mempertimbangkan impor dalam periode terbatas, sambil menunggu hasil eksplorasi. Setelah suplai dalam negeri mencukupi, impor bisa dihentikan,” kata Saleh.
Selain itu, Kadin juga menyoroti ketimpangan antara wilayah produksi dan konsumsi gas. Pasokan berlebih banyak terdapat di Jawa bagian timur, sementara permintaan tertinggi ada di Jawa bagian barat. Ketidakseimbangan ini menyebabkan inefisiensi distribusi dan biaya logistik tinggi.
Agar kebijakan impor berjalan efektif, Kadin menekankan pentingnya payung hukum yang jelas, berupa Peraturan Pemerintah (PP). PP ini diharapkan dapat menjamin kepastian pasokan, distribusi, serta memberi ruang bagi industri untuk mengimpor gas secara mandiri dan membangun infrastruktur jaringan gas di kawasan industri.
“Sektor industri membutuhkan kepastian kebijakan yang berkelanjutan. PP ini juga harus membuka ruang bagi industri untuk mengimpor gas secara mandiri dan membangun infrastruktur jaringan gas di kawasan industri,” jelas Saleh.
Kadin juga mengusulkan agar Domestic Market Obligation (DMO) gas bumi lebih berpihak kepada industri manufaktur nasional, agar perluasan dan ketahanan industri dapat berjalan optimal. Saat ini utilisasi industri masih berada pada kisaran 60-65%.
Saleh mengingatkan, harga gas yang terlalu tinggi dapat membuat industri nasional kehilangan daya saing. Jika harga gas mencapai US$ 16,77 per MMBTU, banyak pelaku industri berisiko menutup operasi atau memindahkan pabrik ke negara tetangga yang menawarkan harga energi lebih murah.
Baca Juga: Jangkau 132 Juta Warga 'Unbanked', Waketum KADIN Soroti Peran Penting Pinjaman Daring
“Kalau harga gas terlalu tinggi, bisa-bisa beberapa industri lari ke negara tetangga yang energinya lebih kompetitif,” ujarnya. Hal ini, lanjutnya, akan memicu lonjakan impor produk jadi, mengancam industri dalam negeri, serta menurunkan kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Kadin menegaskan bahwa keberlanjutan pasokan energi, termasuk gas bumi, menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%, sebagaimana tertuang dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Kadin berharap pemerintah segera mengambil langkah strategis, termasuk membolehkan impor gas dengan mekanisme terukur, agar industri nasional tetap tangguh, efisien, dan kompetitif di pasar global.
“Untuk tumbuh 8%, industri harus tumbuh lebih dulu. Tanpa industri yang kuat, ekonomi tidak akan mencapai target itu,” tegas Saleh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement