Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Forum Lingkungan, Bahlil Sebut Batubara Tidak Kotor, Kok Bisa?

Di Forum Lingkungan, Bahlil Sebut Batubara Tidak Kotor, Kok Bisa? Kredit Foto: Unsplash/Dominik Vanyi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan ketidaksetujuannya apabila batu bara disebut sebagai energi kotor. Hal itu ia sampaikan dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Menurut Bahlil, kemajuan teknologi saat ini memungkinkan pengurangan emisi karbon dari pembakaran batu bara melalui sistem penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).

“Saya tidak setuju kalau kemudian dipersepsikan bahwa seolah-olah batu bara itu tidak bersih. Sekarang sudah ada teknologi untuk menangkap karbon — carbon capture CO₂ (CCS) — untuk kita masukkan ke tempat X daripada sumur-sumur minyak dan gas ataupun fasilitas lain,” ucapnya.

Baca Juga: Bahlil Ungkap 45 Ribu Sumur Rakyat di 6 Provinsi, Sumsel Jadi yang Terbanyak

Sebagai negara yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik besar Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia, Indonesia diberkahi kekayaan mineral dan batu bara yang melimpah. Oleh karena itu, Bahlil menilai kekayaan tersebut harus terus dimanfaatkan secara optimal, namun tetap selaras dengan upaya pengembangan energi baru terbarukan menuju Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat.

“Jadi selain memang kita mendorong energi baru terbarukan, kita juga sedang mencari teknologi agar bisa menangkap CO₂ dari PLTU untuk bisa ditekan. Agar listrik yang dihasilkan itu juga merupakan listrik yang bersih,” lanjutnya.

Berdasarkan laporan Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batubara Indonesia per Desember 2024, tercatat total sumber daya batu bara nasional mencapai 97.960,76 juta ton. Rinciannya terdiri atas batu bara kalori rendah sebesar 67.333,07 juta ton, kalori sedang 15.526,30 juta ton, dan kalori tinggi 15.101,39 juta ton. Dari jumlah tersebut, total cadangan mencapai 31.955,50 juta ton, yang terdiri dari cadangan terkira 14.418,87 juta ton dan cadangan terbukti 17.536,63 juta ton.

Namun, rencana penerapan teknologi CCS menuai kritik dari sejumlah pihak. Direktur Program Trend Asia, Ahmad Ashov Birry, menilai CCS tidak realistis dan boros. Ia menyebut, hingga saat ini di seluruh dunia teknologi tersebut baru diterapkan pada 4–5 PLTU dengan ketidakpastian biaya yang bisa mencapai hingga 12 kali lipat dibanding energi terbarukan.

Baca Juga: PIS Siap Kembangkan Bisnis Angkutan Karbon untuk Dukung CCS/CCUS

Sementara itu, Asisten Deputi Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves)-saat itu Kementerian ini masih ada- Ridha Yasser, menilai jika CCS diterapkan pada PLTU, hal itu berpotensi meningkatkan tarif listrik bagi masyarakat.

Cost of capture masih mahal. Masing-masing cerobong asap (PLTU) akan memanfaatkan chemical dan teknologi yang masih mahal,” tegasnya dalam acara FGD “Pemanfaatan Teknologi CCS Sektor Ketenagalistrikan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (4/7/2024).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: