Harga Bitcoin Anjlok Imbas Ancaman Tarif Baru AS ke China: Kesempatan atau Ancaman?
Kredit Foto: Indodax
Harga Bitcoin jatuh tajam pada Jumat (11/10) setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana kenaikan tarif hingga 100% terhadap produk China. Langkah itu memicu gelombang risiko global yang mengguncang pasar saham, komoditas, hingga aset kripto. Dalam satu jam, harga Bitcoin sempat anjlok hingga USD105.000 sebelum kembali menguat di atas USD111.000.
Penurunan mendadak ini terjadi seiring respons keras China yang memberlakukan biaya baru untuk kapal terkait AS mulai 14 Oktober, meniru langkah Washington. Kebijakan tersebut diperkirakan mengganggu rantai pasok dan jalur pengiriman global, memperburuk sentimen pasar.
Data CoinGlass menunjukkan, dalam waktu kurang dari satu jam, posisi long senilai lebih dari USD8 miliar terlikuidasi. Dari jumlah itu, sekitar USD1,83 miliar berasal dari Bitcoin dan USD1,68 miliar dari Ethereum. Secara total, 1,4 juta investor terdampak, dengan transaksi terbesar mencapai USD87,53 juta pada pasangan BTC/USDT. Dalam 24 jam terakhir, nilai likuidasi mencapai lebih dari USD9 miliar.
Baca Juga: Kapitalisasi Kripto Susut 3%, Indodax: Strategi Beli Bertahap Jadi Kunci
Akibatnya, kapitalisasi pasar kripto menyusut sekitar 13% menjadi USD3,78 triliun. Meski begitu, volume perdagangan melonjak ke USD333,8 miliar, tertinggi sejak Agustus, menandakan tingginya aktivitas jual beli di tengah kepanikan investor.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menilai koreksi tersebut mencerminkan sensitivitas pasar kripto terhadap ketegangan geopolitik.
“Bitcoin sering disebut sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan moneter, tetapi dalam kondisi ekstrem, ia bergerak layaknya aset berisiko tinggi. Pasar global yang terguncang, likuiditas tipis, dan aksi jual berantai pada posisi leveragememicu penurunan cepat yang kemudian diikuti aksi beli algoritmik,” jelas Antony.
Menurutnya, investor perlu memahami konteks makroekonomi sebelum mengambil keputusan di tengah volatilitas ekstrem.
“Para investor harus melihat lebih dari sekadar harga saat ini. Koreksi ini bukan pertanda fundamental Bitcoin melemah, melainkan reaksi pasar terhadap eskalasi ketegangan dagang dan risiko makro. Mereka yang mampu menjaga perspektif jangka panjang dapat memanfaatkan momen volatilitas ini untuk membangun posisi strategis,” ujarnya.
Baca Juga: INDODAX Nilai Siklus Pemangkasan Bunga Jadi Katalis Bitcoin
Antony memperkirakan skenario jangka menengah masih positif.
“Jika ketegangan AS–China mereda atau pembicaraan baru muncul, Bitcoin bisa berkonsolidasi di kisaran USD112.000–118.000. Namun jika isu perdagangan terus mendominasi, harga bisa bergerak di antara USD105.000–120.000. Penurunan di bawah USD105.000 membuka peluang bagi pembeli jangka panjang,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa disiplin dan pemahaman terhadap mekanisme pasar menjadi kunci dalam menghadapi gejolak harga.
“Pasar yang sehat tidak hanya naik, tetapi mampu bertahan dalam gejolak. Mereka yang memahami mekanisme likuidasi, level support psikologis, dan perilaku pasar global akan menemukan peluang tersembunyi saat sebagian pelaku investasi kripto panik,” tutupnya.
Meski ancaman tarif AS memicu tekanan besar, Antony menilai industri kripto Indonesia tetap menunjukkan ketahanan berkat ekosistem yang semakin matang dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Fenomena ini juga menjadi pelajaran bagi industri kripto di Indonesia untuk semakin memperkuat edukasi dan perlindungan konsumen. Platform seperti INDODAX berfokus pada transparansi dan keamanan, memastikan investor memiliki informasi yang seimbang tentang risiko dan peluang,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement